==JariUngu==
Instansi: |
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
|
Tahun: | 2016. |
Opini atas LK: |
Tidak Memberikan Pendapat
Alasan opini menurut BPK RI: Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan B.2.2 atas Laporan Keuangan, Komnas HAM melaporkan realisasi Belanja Barang untuk periode yang berakhir 31 Desember 2016 sebesar Rp53,93 miliar. Penelusuran atas dokumen pertanggungjawaban realisasi Belanja Barang tersebut menunjukkan permasalahan sebagai berikut: 1. Dokumen Pertanggungjawaban terkait Realisasi Belanja Alat Tulis Kantor, Makan Minum dan Perjalanan Dinas Belum Diperoleh sebesar Rp261,46 juta dan Realisasi Belanja ATK, Makan Minum dan Perjalanan Dinas Berindikasi Fiktif sebesar Rp725,66 juta; 2. Dokumen Pertanggungjawaban atas Realisasi Biaya Perjalanan Dinas Belum Diperoleh sebesar Rp3,32 miliar. Atas dokumen pertanggungjawaban yang telah diterima BPK, dilakukan uji petik dan diketahui bahwa terdapat perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp1,19 miliar diantaranya mengakibatkan pemborosan keuangan negara sebesar Rp747,03 juta dan berindikasi merugikan negara sebesar Rp450,32 juta. 3. Realisasi pengadaan sewa kendaraan bermotor roda empat tidak sesuai ketentuan sebesar Rp1,98 miliar diantaranya sebesar Rp234,30 juta yang diterima tunai oleh Komisioner menimbulkan potensi penyalahgunaan dan berindikasi merugikan negara sebesar Rp172,36 juta. Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan C.1.2 atas Laporan Keuangan, Komnas HAM melaporkan Kas Lainnya dan Setara Kas per 31 Desember 2016 sebesar Rp1,51 miliar. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pengelolaan Kas di Komnas HAM tidak memadai. Penelusuran atas pengelolaan kas pada Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) menunjukkan bahwa terdapat selisih data keuangan yang tidak dapat dijelaskan antara lain: 1) Perhitungan manual atas SP2D SAIBA adalah sebesar Rp81,98 miliar yang terdiri dari Rp70,96 miliar dana APBN dan Rp11,01 miliar dana Hibah, sementara itu total dokumen pertanggungjawaban Tahun 2016 sebesar Rp84,76 miliar yang terdiri dari Rp71,06 miliar dana APBN dan Rp13,70 miliar dana Hibah. Sehingga terdapat selisih yang tidak dapat dijelaskan antara SPJ dan dana yang tercatat diterima Komnas HAM sebesar Rp2,78 miliar. 2) Bendahara Pengeluaran tidak memiliki bukti pencatatatan yang rinci atas pendistribusian uang UP/GU/TU kepada BPP. Selama tahun 2016, Bendahara Pengeluaran telah mendistribusikan uang UP/GU/TU sebesar Rp43,96 miliar baik secara tunai maupun transfer ke rekening pribadi BPP maupun pelaksana kegiatan. 3) Pengelolaan uang persediaan di Komnas Perempuan tidak dikelola oleh BPP yang telah ditunjuk, namun dikelola sendiri oleh petugas kasir pada Komnas Perempuan. Kasir mengelola dana hibah dan dana APBN, dimana diketahui pada saat pemeriksaan fisik kas, kedua sumber dana tersebut tidak dikelola secara terpisah walaupun disimpan dalam dua brankas yang berbeda. Kasir Komnas Perempuan tidak memiliki pencatatan atas mutasi uang yang dikelolanya. Hasil pemeriksaan fisik lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat ketekoran kas senilai Rp71,87 juta. Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan C.1.5 atas Laporan Keuangan, Komnas HAM melaporkan Persediaan per 31 Desember 2016 sebesar Rp204,32 juta. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pengelolaan persediaan belum tertib, selain itu pembelian barang yang menghasilkan persediaan selama tahun 2016 tidak dilaporkan kepada Pengurus Barang/ Pengelola BMN sehingga mengakibatkan masih terdapat pembelian persediaan selama tahun 2016 yang belum tercatat di aplikasi persediaan minimal sebesar Rp129,01 juta. Penelusuran lebih lanjut, diketahui terdapat perbedaan realisasi belanja barang yang menghasilkan persediaan menurut SAIBA sebesar Rp1,32 miliar dengan realisasi belanja barang berdasarkan aplikasi persediaan sebesar Rp1,20 miliar, sehingga terdapat selisih sebesar Rp118,54 juta yang tidak dapat dijelaskan. Selain itu terdapat saldo beban persediaan pada aplikasi persediaan dan SAIBA yang tidak dapat dijelaskan yaitu sebesar Rp1,05 miliar, serta adanya jurnal manual persediaan sebesar Rp273,66 juta yang tidak dapat diyakini kewajarannya. Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan C.2 atas Laporan Keuangan, Komnas HAM melaporkan Aset Tetap per 31 Desember 2016 sebesar Rp19,17 miliar. Saldo Aset Tetap tersebut terdiri dari Aset Peralatan dan Mesin sebesar Rp24,87 miliar, Aset Gedung dan Bangunan sebesar Rp13,05 miliar, Aset Tetap Lainnya sebesar Rpl,41 miliar, dan Akumulasi Penyusutan Aset Tetap sebesar Rp20,17 miliar. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Daftar Barang Ruangan Komnas HAM belum menggambarkan kondisi sebenarnya sehingga keberadaan Aset Tetap Peralatan dan Mesin tidak dapat diketahui sebesar Rp1921 miliar: Komnas HAM belum menyusun Daftar Hasil Pemeliharaan Barang dan Laporan Barang Pengguna sesuai ketentuan pengelolaan aset tetap pada Komnas HAM belum mernadai diantaranya terdapat Aset Tetap yang hilang dan sudah dihapuskan dari Daftar Barang Pengguna namun belum diproses Tuntutan Ganti Rugi sebesar Rp27,39 juta, dan Prosedur Operasional Standar (POS) untuk perlengkapan dan inventaris di lingkungan Komnas HAM belum lengkap. BPK telah melakukan prosedur alternatifyang cukup untuk menguji kewajaran penyajian Laporan Keuangan Komnas HAM TA 2016. Namun demikian, BPK tidak memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai Belanja Barang, Kas Lainnya dan Setara Kas, Persediaan dan Aset Tetap per 31 Desember 2016, karen a tidak lengkap dan tertibnya bukti dan catatan di Komnas HAM. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka-angka saldo tersebut di atas. “Karena signifikansi dari hal-hal yang dijelaskan dalam paragraf Dasar Opini Tidak Menyatakan Pendapat, BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk menyediakan suatu dasar bagi opini pemeriksaan. Oleh karena itu, BPK tidak menyatakan suatu opini atas Laporan Keuangan Komnas HAM tanggal 31 Desember 2016 serta untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut.” |