Ini Aturan Etika Berpakaian di Raperda Depok Kota Religius

Pemkot Depok mengajukan Rancangan peraturan daerah (Raperda) Kota Religius ke DPRD. Raperda ini bertujuan untuk membangun tata nilai kehidupan masyarakat yang lebih dekat ke agama, termasuk mengatur etika berpakaian.

Dalam Raperda itu, yang dimaksud dengan religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. 

Raperda ini juga menyebut masyarakat Depok sebagai masyarakat religius yang senantiasa menjunjung tinggi harkat, martabat dan kemuliaan berdasarkan norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai tuntunan dalam menjalankan kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga Pemerintah Daerah perlu mendorong setiap upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan tercela sehingga terwujud suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram.

Aturan soal etika berpakaian ini termaktub dalam Pasal 14 Raperda Tentang Penyelenggaraan Kota Religius yang diajukan Pemkot Depok. Ada tiga poin dalam pasal itu. Berikut isinya:

Etika Berpakaian

Pasal 14

(1) Setiap orang wajib berpakaian yang sopan sesuai ajaran agamanya masing- masing, norma kesopanan masyarakat Kota Depok.

(2) Setiap pemeluk agama wajib saling menghormati dan menghargai tata cara dan batasan berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.

(3) Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta di Kota Depok mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan/atau norma kesopanan masyarakat Kota Depok.

Raperda ini ditolak mentah-mentah oleh DPRD. Wali Kota Depok Mohammad Idris mempertanyakan penolakan itu.

"Iya ditolak dalam Bamus. Bamus tidak mau angkat ini ke jenjang selanjutnya," kata Idris saat dihubungi detikcom, Minggu (19/5/2019).

Menurut Idris, seharusnya DPRD mendengarkan masukan-masukan terlebih dahulu sebelum menolaknya di tingkat Bamus. Idris mengatakan, Raperda PRK ini diajukan untuk mewujudkan masyarakat Kota Depok yang lebih religius sebagaimana yang terkandung dalam visi Kota Depok yang 'Unggul, Nyaman dan Religius'. Hal ini menurutnya, juga sesuai dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengan (RPJMD) Kota Depok. 

"Agar masyarakat Kota Depok ini memahami agama masing-masing sehingga punya sikap perilaku toleran terhadap kerukunan umat beragama serta nilai prinsip-prinsip bangsa yang sudah jelas berdasarkan Pancasila dan UUD '45 agar masyarakat kita rukun dalam kebhinekaan. Di dalam RPMJD sudah jelas, kita ingin ukurannya seperti apa, makanya perlu adanya Raperda," jelas Idris.

Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke menjelaskan soal alasan penolakan parlemen. DPRD Depok memandang urusan agama adalah ranah privat, yang kalaupun difasilitasi, maka kewenangannya ada di pemerintah pusat.

"Religiusitas adalah hal yang bersifat sangat pribadi (privat), berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian bukan kewenangan kota untuk mengatur kadar religiusitas warganya," kata Hendrik. 

Diposting 20-05-2019.

Dia dalam berita ini...

Hendrik Tangke Allo

Anggota DPRD Kota Depok 2014