Kehadiran Maskapai Asing Belum Tentu Turunkan Tarif Tiket

sumber berita , 13-06-2019

Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo menilai gagasan untuk mengundang maskapai asing bersaing dalam industri penerbangan domestik sebagai salah satu solusi menurunkan tarif tiket pesawat, ditengarai tidak akan efektif. Selain itu kehadiran maskapai asing bertentangan dengan prinsip penerbangan internasional. 

"Harus diingat juga bahwa kita menganut asas cabotage, di mana wilayah domestik harus dilayani airline dalam negeri," papar Bambang kepada Parlementaria di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

Bambang menuturkan, Indonesia menganut prinsip cabotage yang sudah dituangkan dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang bertujuan menjaga kedaulatan negara. Asas cabotage ini disepakati dunia dan tertulis dalam Konvensi Chicago 1944, yaitu negara berhak membatasi maskapai asing melayani penerbangan domestiknya. Asas ini pun telah diterapkan di banyak negara.

"Kita sudah ada Air Asia sebagai airline asing, sekiranya ini cukup karena airline domestik masih over supply jika semua armadanya dijalankan dengan baik," paparnya. Di sisi lain, eksistensi maskapai asing dalam jangka panjang akan mematikan maskapai lokal. Jika ingin melindungi industri penerbangan nasional, sebaiknya pemerintah menetapkan standarisasi tarif tiket pesawat.

Ia melanjutkan, selama ini maskapai penerbangan nasional menggunakan tarif batas bawah atau perang tarif untuk menggaet konsumen. Akibatnya, maskapai merugi dan akhirnya kembali menggunakan tarif batas mereka. 

"Nah, ini yang harusnya dikendalikan oleh pemerintah. Sampai saat ini belum pernah disajikan harga normal atau standarisasi tarif tiket berdasarkan hitungan komponen biaya, fix maupun variable cost dengan komposisi yang tepat," jelasnya. 

Dibanding menggaet maskapai asing, ia menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif atau mengurangi  komponen harga seperti jasa kebandaraudaraan kepada maskapai nasional, termasuk maskapai Low-Cost Carrier (LCC). Pasalnya, LCC masih dibebankan biaya kebandaraudaraan yang sama dengan pesawat full service.

"Agar airline kita sehat, perbandingan supply and demand juga harus seimbang, jika supply berlebih maka maskapai akan banting harga dan itu tidak akan sehat. Karenanya jumlah armada harus dikendalikan pemerintah sebagai regulator, bukannya dilepas ke mekanisme pasar," imbuhnya. 

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI Rendy Lamadjido menilai masuknya maskapai asing ke dalam negeri akan membawa angin segar bagi masyarakat sebagai konsumen. Sebab akan  menyeimbangkan kondisi pasar saat ini. "Mereka (maskapai nasional dan asing)  akan bersama-sama berkompetisi untuk mencari pasar," ungkap Rendy. 

Ia menambahkan, tak sedikit maskapai asing menargetkan LCC dan berhasil di negara lain, serta mampu mempertahankan eksistensinya dengan harga LCC. "Jadi kalau mereka masuk, saya yakin kompetisi itu akan berjalan. Cuma memang perlu diperhatikan jangan sampai kehadiran mereka untuk memata-matai atau mengambil peta Indonesia, itu yang berbahaya. Tetapi pemerintah juga tidak bodoh, nanti operasionalnya tetap bisa dilakukan oleh orang Indonesia," jelasnya. 

Ditambahkan Rendy, selama industri penerbangan masih cenderung duopoli, maka kedua pihak bisa bermain mata untuk menentukan tarif. "Seharusnya pemerintah dari awal memperhatikan tarif-tarif ini. Ketika maskapai Lion Air memprogramkan LCC, harus diawasi agar terjadi politik dagang.  Nah, ini yang terjadi selama ini, sehingga menumbangkan maskapai lain. Begitu dia kuat dia bebas menentukan tarifnya sendiri," terangnya.

Seperti diketahui, pasar penerbangan domestik dikuasai oleh Garuda Indonesia Grup dan Lion Air Grup. Garuda Indonesia membawahi Citilink Indonesia dan Sriwijaya Air Group. Sedangkan Lion Group memiliki anak usaha Batik Air, Wings Air, Thai Lion Air dan Malindo Air. 

"Saya kira gagasan ini bisa mendinginkan situasi sepanjang dua raksasa ini tidak menurunkan tarif tiket, mereka juga tidak mau turun karena akan rugi. Sebenarnya jika Presiden sudah menginstruksikan turun, harusnya harga tiket turun meski BUMN itu rugi, sebab BUMN milik negara yang mana berada di bawah kewenangan pemerintah," tandas politisi F-PDI Perjuangan ini.

Diposting 14-06-2019.

Dia dalam berita ini...

Bambang Haryo S.

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Timur I