Anggota Komisi V DPR RI Syarif Abdullah Alkadrie meminta keseriusan pemerintah sebagai pemegang regulasi untuk menyelesaikan polemik tarif tiket pesawat. Ia berpandangan, penurunan tarif tiket pesawat maskapai berbiaya murah atau Low-Cost Carrier (LCC) secara terbatas, tidak jauh berbeda dengan mekanisme tiket promo.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah memastikan penurunan harga tiket maskapai LCC selambatnya 1 Juli 2019 dengan besaran diskon 50 persen dari tarif batas atas (TBA). Namun penurunan tarif tersebut bersifat terbatas. Selain dibatasi hari yakni Selasa, Kamis dan Sabtu, penurunan tarif tiket juga dibatasi jam dan hanya berlaku untuk beberapa seat atau kursi saja.
"Kalau hanya berlaku di jam dan waktu tertentu sama saja kayak tiket promo yang disodorkan. Padahal, kita berkeinginan bagaimana harga tiket ini bisa dijangkau masyarakat sehingga membawa dampak pertumbuhan ekonomi di daerah," papar Syarif saat ditemui Parlementaria di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Diakuinya, kenaikan tarif tiket pesawat selama beberapa bulan terakhir telah membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya di daerah. Karena itu, Menurut Syarif, ketegasan pemerintah untuk mengatur maskapai sangat dibutuhkan. "Jangan sampai seperti ini. Karena ini kan wibawa pemerintah yang kurang baik di mata masyarakat," jelasnya.
Politisi Fraksi Partai NasDem ini juga mendorong maskapai untuk menghormati keputusan pemerintah serta konsisten menurunkan tarif tiket pesawat. Mengingat, pemerintah juga telah memberikan dukungan insentif fiskal untuk membantu efisiensi di industri penerbangan. "Apa yang menjadi kesepakatan bersama harus dijalankan. Dengan demikian kan ini balances atau ada timbal balik," sambungnya.
Sisi lain, politisi dapil Kalimantan Barat ini menyarankan agar para stakeholder terbuka saja kepada masyarakat terkait kondisi industri penerbangan. "Kalau memang tidak bisa, menurunkan harga tiket terbuka saja, umumkan kita tidak bisa, supaya rakyat ini tidak terbuai dengan iming tiket murah," tegasnya.
"Mungkin ada kebijakan lain dari pemerintah. Kita memang menghindari perusahaan asing masuk ke domestik, tetapi kalau itu dalam rangka memberikan pertumbuhan ekonomi di daerah sebagai upaya terakhir, yah apa boleh buat," tandas Syarif.