Nama senator terpilih NTB, Evi Apita Maya, mendadak ramai diperbincangkan. Nama Evi muncul setelah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal hasil pileg.
Evi digugat karena diduga melakukan tindakan tidak jujur dan adil, politik uang, serta penggelembungan suara. Tapi paling kentara, Evi digugat gegara penggunaan pasfoto yang diedit.
Untuk menepis isu foto rekayasa muka, Evi pun lantas muncul di MK. Bagaimana awal mula perkaranya?
Adalah calon anggota DPD petahana Farouk Muhammad yang mengajukan gugatan hasil Pileg 2019 ke MK. Farouk merasa editan foto yang dilakukan Evi membuatnya lolos ke Senayan.
"Bahwa calon anggota DPD RI dengan nomor 26 atas nama Evi Apita Maya telah melakukan manipulasi atau melakukan pengeditan terhadap pasfoto di luar batas kewajaran atau setidak-tidaknya foto editan yang mengubah identitas diri antara lain dagu, hidung, mata, warna kulit dan struktur tubuh jika dibandingkan dengan gambar keadaan asli sebagaimana ditampilkan dalam rekaman video kampanye (akan dibuktikan dengan keterangan ahli), yang pada saat bersamaan foto tersebut dilampirkan pada saat pendaftaran calon anggota DPD RI," demikian bunyi salah satu poin dalam gugatan Farouk seperti dilihat detikcom, Rabu (3/7/2019).
Pada Pileg 2019, Farouk kalah dari empat caleg lainnya, termasuk Evi, yang mengantongi 283.932 suara. Sedangkan Farouk hanya mengantongi 188.687 suara. Farouk menilai dengan foto editan tersebut, Evi berhasil meraup suara lebih besar darinya, padahal lawan politiknya itu tidak maksimal melakukan sosialisasi/kampanye.
"Hal inilah kemudian pemilih, pemohon, beserta calon anggota DPD RI lainnya merasa tertipu dan dibohongi (bukti P-6)," kata Farouk.
Dalam petitumnya, Farouk meminta majelis hakim membatalkan perolehan suara pada keputusan KPU soal hasil pileg di NTB yang memenangkan Evi Apita Maya, Lalu Suhaimi Ismy, TGH Ibnu Halil, dan Achmad Sukisman Azmy. Selain itu, Farouk meminta agar penetapan DCT Evi dan Lalu dibatalkan.
Sidang gugatan itu lantas digelar kemarin, Kamis (18/7). Evi pun hadir agar hakim melihat langsung wajahnya untuk dibandingkan dengan foto yang dianggap diedit berlebihan. Dia juga menegaskan upayanya untuk menang masih dalam tahap wajar.
"Pada prinsipnya wajar kan orang mau berpenampilan cantik, menarik. Bukan orang lain yang dipajang fotonya, tapi kita sendiri. Apalagi kita ikut kontestasi, makanya kita tampilkan foto terbaik, penampilan terbaik," kata Evi kepada wartawan di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Evi bingung dengan gugatan Farouk. Dia heran kenapa Farouk baru mempermasalahkan foto itu setelah dia menang, bukan sejak penetapan alat peraga kampanye (APK). Apalagi, menurutnya, tak ada satu pun warga NTB yang mempermasalahkan foto kampanyenya itu.
Menurut Evi, respons masyarakat NTB justru positif. Bahkan Evi menyebut ada warga yang memuji penampilannya yang asli daripada di foto kampanye.
"Jadi saya bingung sampai hal ini dibesar-besarkan seolah-olah saya ini orang sudah tua yang memanipulasi wajah saya, bingung gitu. Ini ambil hikmahnya saja," ujarnya.
Evi menyiapkan jawaban untuk gugatan tersebut. Dia menyiapkan 40 halaman jawaban dan 18 bukti.
Dalam persidangan, KPU menilai gugatan Farouk yang mempersoalkan foto bukan kewenangan MK. Menurut KPU, dalil permohonan Farouk merupakan pelanggaran administrasi.
"Dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi, dalil pemohon mengenai dasar kewenangan Mahkamah Konstitusi memeriksa dan mengadili permohonan pemohon bertentangan dengan dalil yang disampaikan dalam pokok permohonan pemohon karena dalil yang disampaikan pokok permohonan adalah dugaan pelanggaran administrasi dan pelanggaran proses pemilu dan bukan hasil perselisihan hasil pemilu," kata kuasa hukum KPU membacakan eksepsi di persidangan sengketa Pileg 2019 di MK.
Rio mengatakan MK hanya berwenang mengadili permasalahan perselisihan hasil pemilu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 10 angka (1) huruf d juncto Pasal 75 UU Mahkamah Konstitusi.
Di persidangan itu pula, Rio mengatakan KPU menolak dalil Farouk yang mempermasalahkan foto surat suara Evi yang dinilai diedit secara berlebihan. Rio menjelaskan, KPU sebagai penyelenggara pemilu sudah melakukan tahapan-tahapan proses pemilu sesuai dengan UU, salah satunya melakukan validasi dan meminta masukan masyarakat mengenai calon DPD RI.
"Setelah melaksanakan validasi calon sementara, KPU NTB membuat pengumuman untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat terhadap calon DPD. Hasilnya tidak ada masukan dan tanggapan yang masuk ke NTB, apalagi terkait foto nomor urut 26 (Evi Apita Maya)," jelasnya.