Beberapa elite partai politik pengusung presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, menolak wacana bergabungnya Partai Gerindra dkk selaku parpol pengusung capres-cawapres kompetitor, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Gerindra CS tidak perlu diberi akomodasi apapun karena sejak awal telah mengambil posisi sebagai kompetitor.
Hal tersebut disampaikan plitisi senior PDI Perjuangan Effendi Simbolon dalam diskusi bertajuk "Ngebut Munas Parpol" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).
Effendi dengan tegas meminta Partai Gerindra tetap di luar pemerintahan atau bertindak sebagai oposisi.
Sebab, sedari awal atau setahun terakhir, Gerindra sudah mengambil posisi sebagai kompetitor dalam Pilpres 2019.
"Ya iyalah, biar di sana (Gerindra oposisi). Wong berbeda kok. Satu tahun lebih kita berbeda, dalam tanda petik, kita berseberangan," ucap Effendi.
Ia menyarankan koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf untuk tidak memanjakan Gerindra dengan akomodasi dalam bentuk apapun.
"Saya kira cukup. Kami bukan musuh, bukan perang, (ini) hanya kontestasi lima tahunan semata, jadi tak perlu dimanjakan juga," ungkap dia.
Effendi mengatakan, akan menjadi perusakan model demokrasi di Indonesia jika partai besutan Prabowo Subianto itu diterima bergabung dalam pemerintahan Jokowi.
Dampaknya, masyarakat akan mempersepsikan perpolitikan di Indonesia sebatas bagi-bagi kekuasaan.
Ujung-ujungnya, tingkat apatisme masyarakat terhadap politik negeri sendiri makin meningkat.
"Saya kira parpol konsisten lah ketika dia berada berseberangan berarti berbeda visi. Kan air dan minyak tak bisa bersatu, tak mungkin. Tapi, semua harus patuh pada negara," ujar Effendi.
Reaksi PKB
Dewan Syura DPP PKB, Maman Imanulhaq yang juga menjadi pembicara dalam diksusi tersebut sependapat dengan Effendi.
Ia mengingatkan, kemenangan Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019 tidak lepas dari kerja keras sepuluh parpol pengusung selama setahun terakhir, terlebih kader akar rumput atau relawan.
Dan selama setahun itu pula mereka bekerja keras memberikan klarifikasi atas narasi kecurangan yang dibangun oleh Partai Gerindra. Itu belum termasuk tuduhan kecurangan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Selama satu tahun kita meyakinkan harus memilih Jokowi-Ma'ruf Amin, walau kita berhadapan dengan begitu banyak narasi politik termasuk narasi kecurangan," ujarnya.
Maman menyayangkan jika segala jerih payah para kader dan relawan itu dicederai dengan sikap akomodasi yang diberikan presiden terpilih.
"Tiba tiba, semuanya itu seolah-olah diakhiri 'oh iya masuk aja'," kata Maman.
"Politik adalah seni segala kemungkinan. Tapi, ini sangat menyakiti teman-teman relawan dan ini agak ganggu demokrasi," sambungnya.
Kata Golkar
Sementara itu, juru bicara Tim Kampanye Nasional ( TKN) Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily mengatakan, Jokowi selaku presiden terpilih akan terbuka menerima masukan Partai Gerindra terkait konsep dan program kerja untuk membantu kemajuan bangsa.
Namun, menurut Ace, Jokowi tidak akan sembarangan menerima program yang akan disodorkan Gerindra.
Sebab, Jokowi sendiri telah memiliki berbagai gagasan dan konsep kerja untuk lima tahun ke depan sebagaimana disampaikan selama masa kampanye. "Kami tidak ingin asal menerima.
Harus ada kesesuaian dengan apa yang kami tawarkan kepada rakyat sehingga kami memenangi Pilpres 2019 ini," ujarnya.
Ace menambahkan, apabila Gerindra memberikan sinyal bergabung dengan koalisi pemerintah, maka hal itu harus dibahas secara bersama-sama oleh Jokowi dan Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Sebelumnya, Partai Gerindra telah menyatakan kesiapannya bergabung dengan koalisi pemerintahan Jokowi dengan syarat diterimanya pengajuan konsep program kerja.
Bahkan, Gerindra akan menyiapkan kader yang siap bekerja sama dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf untuk lima tahun mendatang.
Meski demikian, Gerindra menampik program dan konsep kerja hingga kesiapan masuknya kader ke pemerintahan Jokowi itu disebut sebagai bagi-bagi kekuasaan atau power sharing.
"Ya, kalau ke dalam (pemerintahan) itu tidak langsung bagi-bagi kursi, tetapi dengan tukar-menukar konsep. Kalau konsep kami diterima, artinya kan baru ketahuan berapa jumlah orang yang diperlukan untuk menjalankan konsep tersebut," kata Dasco di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat, 19 Juli 019.
Syarat dari Gerindra
Partai Gerindra mengungkap syarat jika harus bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
Syarat itu menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, bukan sekedar bagi-bagi kursi Kabinet.
"Kalau ke dalam itu tidak langsung bagi-bagi kursi," ujar anggota DPR RI ini kepada wartawan, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Syarat itu adalah tukar-menukar konsep-konsep mengenai pemeritahan lima tahun kedepan dari yang dimiliki Gerindra dan Koalisi Jokowi-Maruf Amin.
Menurut Dasco, konsep-konsep yang dimaksud itu lebih terkait dengan pangan, energi, dan sebagainya.
"Konsep mandiri pangan, ketahanan energi, ketahanan pangan terus, mandiri apa gitu ya, tadi saya lupa. Pokoknya itu jadikan satu konsep," ujar Dasco.
Kalau konsep Gerindra itu bisa diterima, maka akan ketahuan berapa jumlah orang yang diperlukan untuk menjalankan konsep tersebut.
"Kalau konsep mandiri-mandiri itu kemudian diterima, lalu kan nanti akan dihitung bidangnya berapa, orangnya berapa, kan begitu. Mungkin juga bisa dikalkulasi berapa yang sudah ada, berapa yang belum ada orangnya. Kan kira-kira begitulah," jelas anggota Dewan Pembina Gerindra itu.
Jika syarat tersebut diterima, maka Gerindra bisa berada di dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Maruf.
"Kalau itu semua diakomodir, artinya di dalam. Kalaupun di luar, ya di luar dengan kritik membangun. Kira-kira begitu," tegas Dasco.
Yang jelas, dia menegaskan, konsep-konsep itu baru sekedar tawaran Gerindra.
"Nanti kalau diterima atau tidak, kan mesti diskusi lebih lanjut. Jadi belum tentu diterima," ucapnya.
Bebaskan pendukung
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meminta Presiden Joko Widodo membebaskan sejumlah tokoh pendukungnya yang terjerat kasus hukum.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, permintaan itu disampaikan Prabowo ketika bertemu Jokowi di Stasiun MRT Lebak Bulus hingga santap siang di Senayan, Sabtu (13/7/2019).
Cerita itulah yang pada akhirnya dibeberkan oleh Prabowo ketika menggelar rapat bersama seluruh dewan pembina partai di kediamannya, Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/7/2019).
"Tadi sudah disampaikan kepada teman-teman dewan pembina bahwa pertemuan (dengan Jokowi) itu tujuannya adalah untuk meredam gejolak di masyarakat," ujar Dasco saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
"Dan juga untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu dalam upaya menyelamatkan kawan-kawan yang saat ini sudah dan sedang mengalami proses hukum," lanjut dia.
Catatan pemberitaan Kompas.com, saat ini sejumlah tokoh pendukung Prabowo tengah terjerat kasus hukum, di antaranya mantan Komandan Jenderal Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko yang terjerat kasus kepemilikan senjata api ilegal dan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen yang terjerat kasus dugaan makar.
Ada pula sejumlah tokoh yang terseret kasus makar, yakni Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus putri presiden pertama Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, aktivis Ratna Sarumpaet, dan Adityawarman Taha.
Kemudian ada Eggi Sudjana, Lieus Sungkharisma, Rizieq Shihab, dan Bachtiar Nasir.
Kepada seluruh dewan pembina partai, lanjut Dasco, Prabowo juga menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Presiden Jokowi mendadak.
Oleh sebab itu, ia tidak memiliki cukup waktu untuk memberitahukannya terlebih dahulu kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya.
"Pada prinsipnya, Pak Prabowo tadi menerangkan bahwa rencana pertemuan MRT yang memang tidak disampaikan ke dewan pembina karena sifatnya mendadak dan situasional," kata Dasco.
Arah koalisi
Dewan Pembina Gerindra menggelar rapat di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Jumat, (19/7/2019).
Salah satu keputusan hasil rapat tersebut yakni mempercayakan kepada Prabowo Subianto untuk mengambil langkah strategis salah satunya arah koalisi.
"Seluruh dewan pembina memberi kepercayaan sepenuhnya kepada ketua dewan pembina untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk mengambil keputusan-keputusan partai keluar," ujar Ahmad Muzani di Hambalang, Jumat, (19/7/2019).
Saat ini menurut Muzani, Prabowo sedang melakukan sejumlah komunikasi, melakukan pembicaraan dengan berbagai pihak, dan menerima sejumlah aspirasi dari pendukung dan relawan.
"Mengakomodasi semua pandangan ke depan, karena itu beliau rapat hari ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi keputusan-keputusan yang akan datang," katanya.
Intinya menurutnya Muzani, Partai Gerindra saat ini sedang menguatkan soliditas di internal partai.
Terkait bagaimana kebijakan partai ke luar termasuk apakah akan tetap oposisi atau koalisi semua diserahkan kepada Prabowo.
"Secara eksplisit hubungan kita dengan pemerintahan tak dibahas secara panjang lebar, tapi itu bagian dari pembahasam, karena kita menyerahkan sepenuhnya kepada pak Prabowo," pungkasnya.