Rapat Paripurna DPR pada Kamis (25/7) menyetujui laporan Panitia Khusus Hak Angket (Pansus) Pelindo II. Dalam laporannya Pansus meminta agar rekomendasi tersebut dapat segera dilaksanakan.
“Apakah laporan akhir pansus angket DPR tentang Pelindo II, dilanjutkan dengan pendapat akhir fraksi dan pengambilan keputusan dapat disetujui?,” kata Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto dalam Rapat Paripurna DPR,Jakarta, Kamis (25/7).
Setelah itu seluruh anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna tersebut menyatakan setuju. “Setuju,” jawab kompak para anggota dewan.
Sementara, Ketua Pansus Pelindo II DPR Rieke Diah Pitaloka mengatakan, Pansus Pelindo II meminta pemerintah menjalankan rekomendasi yang sudah dihasilkan pada tahap pertama dan kedua. Termasuk membela nasib pekerja PT Jakarta International Container Terminal (PT JICT).
“Mendesak manajemen Pelindo II segera menyelesaikan kasus pelanggaran ketenagakerjaan dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi kepada pekerja Pelindo II maupun anak perusahaan Pelindo II,” kata Rieke.
Rieke menjelaskan, pansus tahap kedua telah melanjutkan penyelidikan mengacu hasil kerja dan rekomendasi pada tahap pertama. Kegiatan yang dilakukan antara lain, rapat konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan RDPU dengan pihak terkait serta ahli.
Pansus juga sudah melakukan 16 kali kunjungan kerja dalam negeri dan dua kali ke mancanegara. Kunker dalam negeri dilakukan ke pelabuhan yang pembangunnannya direncanakan menggunakan dana global bond. Antara lain, Pelabuhan Tanjung Carat Palembang, Pelabuhan Kijing Kalimantan Barat, Pelabunan Sorong, Papua Barat.
“Faktanya pembangunan pelabuhan tersebut hingga saat ini belum sampai pada target yang direncanakan, dan terindikasi dilakukan tanpa studi kelayakan yang layak,” ujarnya.
Dijelaskan Rieke, Pelabuhan Tanjung Carat dan Pelabuhan Sorong saat ini masih tahap review studi kelayakan. Sementara untuk Pelabuhan Kijing realisasi investasi hingga September 2018, baru 11, 4 persen dan telah menghabiskan uang negara Rp 269 miliar hanya untuk studi kelayakan, survei investigasi design (SID), detail engineering design (DED).
“Adapun realisasi fisik pada bulan yang sama hanya mencapai 0,143 persen,” ujar Rieke.
Dia menambahkan, pansus juga melakukan studi banding dan tata kelola pembangunan pengembangan pelabuhan dengan mengunjungi Pelindo I, III dan IV. Pansus menemukan fakta bahwa Pelindo I, III dan IV lebih memprioritaskan pengoperasian secara mandiri dengan bertumpu pada sumber daya manusia (SDM) dalam negeri.
Soal dana pembangunan pelabuhan, pansus menemukan skema global bond di Pelindo III, tetapi sebelumnya sudah dilakukan perhitungan cermat dan diputuskan setelah mempertimbangkan kemampuan perusahaan, baik sisi pendanaan internal maupun proyeksi kemampuan membayar pinjaman dan bunganya.
“Kebutuhan ril pun dilakukan setelah studi kelayakan dalam negeri. Pada April 2019, pelabuhan Peti Kemas Surabaya berhasil diperjuangkan Pelindo III untuk 100 persen sahamnya milik Indonesia,” katanya.
Kemudian, lanjuty Rieke, pada 6 Juni 2017 lalu, BPK menyerahkan hasil audit investigatif perpanjangan kerja sama PT JICT, antara PT Pelindo II dengan Hutchinson Port Holding (HPH). Berdasar hasil audit investigatif BPK, terdapat berbagai fakta penyimpangan dalam propses perpanjangan perjanjian yang ditandatangani 5 Agustus 2014.
Dalam auditnya, BPK menemukan penyimpangan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara di Pelindo II USD 306 juta atau setara Rp 4,08 triliun. Pada 10 Januari 2018, BPK menyerahkan hasil audit investigatif terhadap perpanjangan kerja sama operasional antara Terminal Peti Kemas Koja dengan HPH.
Kemudian, BPK menyimpulkan adanya berbagai penyimpangan dalam proses perpanjangan kerja sama yang ditandatangani 5 Agustus 2014 yang diduga mengakibatkan kerugian negara USD 139 juta atau setara Rp 1,8 triliun.
Hasil audit investigatif penerbitan global bond USD 1,6 miliar itu untuk pembiayaan Terminal Peti Kemas Kalibaru tahap pertama, dan non-Kalibaru meliputi Pelabuhan Tanjung Carat, Kijing, remodeling pelabuhan Cirebon, pelabuhan Sorong, dan pengembangan car terminal Tanjung Priok.
“BPK menyatakan telah terjadi berbagai penyimpangan dalam proses perencanaan dan penerbitan global bond. Indikasi kerugiaan negara USD 54,70 juta setara Rp 741,7 miliar,” jelas Rieke.
Menurutnya, jika dana hanya ditempatkan dalam deposito, maka terdapat pertambahan potensi kerugiaan negara pada PT Pelindo II per tahun USD 14,95 juta.
“Berdasar informasi terakhir yang diterima Pansus, bunga global bond yang harus dibayarkan Pelindo II saat ini Rp 850 miliar per tahun,” tuturnya.
Rieke juga menambahkan, pada 18 September 2018 BPK menyerahkan hasil audit investigatif terhadap pembangunan Terminal Peti Kemas Kalibaru. BPK menemukan adanya penyimpangan peraturan perundangan oleh pihak terkait, tidak ada sinkronisasi rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) dan rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) 2011-2016.
Kemudian, indikasi penyimpangan dalam pekerjaan SID dan DED dan redesign yang dilakukan PT LAPI ITB memperlihatkan tidak adanya pertimbangan dan perhiutungan teknis yang mengakibatkan kendala saat pengejaran proyek, serta ada risiko gagal konstruksi pada TPK Kalibaru pertama yang menyebabkan indikasi kerugian negara Rp 7 triliun.
“Proses lelang dimulai padahal dokumen pengadaan belum lengkap. PT Pembangunan Perumahan (PP) diduga telah memperoleh informasi hasil perencanaan dari PT LAPI ITB selaku konsultan perencanaan. Penyimpangan mengindikasikan kerugian negara pada Pelindo II Rp 1,03 triliun dan potensi kerugian negara Rp 440 miliar,” paparnya.
Dia menambahkan, Pansus juga menggelar rapat pada 22 Juni 2019 dengan agenda mendengarkan pandangan fraksi. Rieke menjelaskan, memperhatikan remuan dan rekomendasi pansus pada tahap pertama dan kedua, serta hasil audit investigatif BPK, serta pandangan fraksi, maka Pansus Hak Angket Pelindo II membuktikan hasil kerja tahap pertama beserta rekomendasi yang telah disetujui aklamasi di paripuirna DPR 17 Desember 2015 terbukti benar adanya.
“Sesuai hasil rekomendasi tersebut, maka pansus mendesak pemerintah pusat untuk berani melakukan langkah dan upaya strategis terhadap status kepemilikan JICT seperti yang dilakukan pemerintah pusat dalam mengembalikan Pelabuhan Peti Kemas Surabaya 100 persen milik Indonesia,” jelasnya.
Politikus PDIP itu menuturkan berdasar bukti dan fakta, pansus mendesak pemerintah pusat membatalkan perpanjangan kontrak JICT 2015-2038 antara Pelondo II dan HPH karena terindikasi kuat telah merugikan negara serta terjadi strategi transfer pricing. Pansus tetap pada penilaian yang direkomendasi tahap pertama bahwa kontrak dapat diputus dengan sendirinya tanpa perlu Indonesia membayar termination value. “Sekali lagi, kembalikan PT JICT ke pangkuan ibu pertiwi,” tegas Rieke.
Pansus tetap pada sikap politik mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyelidikan atas dugaan conflict of interest dan manipulasi yang dilakukan Deutsche Bank (DB) dalam melakukan evaluasi selaku konsultan, dan memberikan pinjaman sindikasi bank luar negeri sebagai kreditur.
“Pansus sangat merekomendasikan pemerintah memberikan peringatan keras dan sanksi kepada Deutsche Bank yang terindikasi kuat melakukan fraud dan financial engineering yang merugikan keuangan negara,” katanya.
Lebih lanjut, Rieke menambahkan, pansus menemukan fakta bahwa menteri BUMN sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan pelanggaran undang-undang. Dengan demikian menteri BUMN terindikasi kuat sengaja tidak melakukan tugas dan kewenangannya sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Karena itu, Rieke menegaskan, pansus tetap seperti rekomendasi tahap pertama yakni, merekomendasikan presiden untuk mengambil sikap kepada tindakan menteri BUMN.
“Pansus mendukung presiden berani menggunakan hak prerogatifnya sebagai kepala pemerintahan dan negara kepada menteri BUMN,” ujarnya.
Pansus juga mendukung presiden berani melakukan terobosan progresif mengembalikan tata kelola BUMN sesuai mandat dan perintah Pasal 33 UUD 1945 khususnya di sektor kepelabuhan. Juga meminta aparat terutama KPK dan Polri melanjutkan penyidikan dan pelanggaran UU yang mengakibatkan negara di Pelindo II.
Ditegaskan Rieke, aparat harus menjatuhkan sanksi pidana kepada siapa pun dari di institusi mana pun yang terlibat.
“Terutama segera mengambil keputusan hukum terhadap para pihak yang terbukti bersalah dan dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK maupun Polri atas beberapa kasus hukum yang terjadi di Pelindo II,” jelasnya.
Menurutnya, Pansus tetap pada sikap politik di rekomendasi tahap pertama, yaitu merekomendasikan presiden untuk tidak serta merta membuka investasi asing yang dalam jangka panjang merugikan bangsa secara moril dan materil, yang mengancam keselamatan negara dan kedaulatan ekonomi politik bangsa.
Laporan akhir pansus itu diserahkan langsung kepada pimpinan DPR yang diwakili Utut Adianto, Bambang Soesatyo, Agus Hermanto. Pansus memohon pimpinan DPR untuk dapat menyerahkan hasil kerja pansus termasuk audit investigasi BPK kepada presiden, KPK, Polri, kementerian BUMN, dan Peindo II untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Terpisah, kepada JawaPos.com, Corporate Secretary PT Pelindo II, Shanti Pahurita mengatakan, pihaknya akan mengikuti rekomendasi Pansus Pelindo II tersebut.
“Pastinya kami menghargai hasil rekmendasi Pansus Angket DPR tentang Pelindo II, dan itu itu kami taat aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” tuturnya.
Sampai berita ini diunggah, pihak dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum merespons telon dan pesan singkat mengenai rekomendasi dari Pansus Pelindo II ini.