General Manager Komersial PT Humpuss Transportas Kimia (HTK) Asty Winasti dituntut dua tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa meyakini, Asty menyuap anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso sebesar Rp 311.022.932 dan USD 158.733.
“Menuntut untuk memutuskan majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi, terdakwa Asty Winasti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan berlanjut. Menjatuhkan pidana selama dua tahun penjara,” kata Jaksa Ikhsan Fernandi di PN Tipikor Jakarta, Rabu (7/8).
Selain itu, Jaksa meminta agar majelis hakim menjatuhkan denda sebesar Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa pun meyakini, Asty menyuap Bowo bersama dengan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia Taufik Agustono.
Terkait permohonan justice collaboratore (JC) atau orang yang dapat bekerjasama dengan KPK. Jaksa tidak mengabulkan permohonan tersebut, pasalanya ini merujuk pada fakta persidangan.
“Berdasarkan fakta persidangan yang diajukan terdakwa, maka tidak dikabulkan,” tegas Jaksa Ikhsan.
Dalam pertimbangannya untuk hal yang memberatkan, Asty disebut tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena telah melakukan suap kepada Bowo Sidik yang merupakan Anggota DPR dari Fraksi Golkar.
“Untuk hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama di persidangan,” jelas Jaksa Ikhsan.
Jaksa pun meyakini, Suap yang diberikan Asty dan Taufik dengan tujuan agar Bowo selaku anggota Komisi VI DPR yang bermitra dengan Kementerian BUMN dan BUMN di seluruh Indonesia untuk membantu PT Humpuss Transportasi Kimia mendapatkan pekerjaan jasa pengangkutan dan sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).
Suap tersebut dilakukan secara bertahap yakni pada 1 Oktober 2018 sebesar Rp 221.522.932 di Rumah Sakit Pondok Indah melalui orang kepercayaan Bowo Sidik, Indung Andriani. Kemudian pada 1 November 2018 sebesar USD 59.587 di Coffee Lounge Hotel Grand Melia melalui Indung Andriani. Selanjutnya, pada 20 Desember 2018 sebesar USD 21.327 di Coffee Lounge Hotel Grand Melia melalui Indung Andriani.
Setelah itu pada 26 Februari 2018 sebesar USD 7.819 di kantor PT HTK melalui Indung Andriani. Pada 27 Maret 2019 sebesar Rp 89.449.000 di kantor PT HTK juga melalui Indung Andriani. Bahkan, jaksa menyebut, Asty menerima fee sebesar USD 23.977.
Atas perbuatannya, Asty dituntut melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001.