Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Saniatul Lativa menilai, Rencana Aksi Daerah (RAD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terkait penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dapat menjadi percontohan bagi daerah lain. Pasalnya, dari 34 provinsi, DIY merupakan provinsi kedua yang telah menyusun RAD SDGs 2018-2022. Menurutnya Pemerintah Provinsi lain bisa melakukan studi banding terkait penerapan RAD SDGs ke Pemprov DIY.
“Saya rasa harus menjadi percontohan. Karena kita sudah ke provinsi yang lainnya dan memang baru DIY yang mengerti dan paham betul apa maksud daripada SDGs. Kalau yang lainnya kita datangi, mereka masih bertanya-tanya apa itu SDGs, dan bagaimana tindak lanjut ke depannya,” kata Saniatul usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Panitia Kerja (Panja) SDGs BKSAP DPR RI dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta jajaran di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (23/8/2019).
Politisi Partai Golkar itu menilai, berbagai inovasi telah dilakukan Pemprov DIY dalam RAD SDGs 2018-2022, seperti integrasi penganggaran pendidikan sebesar 20 persen APBD, dan 10 persen untuk kesehatan. Bahkan untuk sektor pendidikan, saat ini sistem Information Technology (IT) telah sampai ke pelosok, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat, khususnya pelajar. “Sekarang anak-anak yang di desa sudah banyak yang berprestasi dengan adanya IT. Untuk infrastruktur juga di DIY sudah tidak ada lagi desa terpencil,” imbuh Saniatul.
Sementara terkait kemiskinan dan kesenjangan yang masih menjadi kendala dalam mancapai goals dalam SDGs di DIY, Saniatul menilai perlu adanya perubahan sistem dalam survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statitsik (BPS). Pasalnya BPS menilai masyarakat dikatakan miskin jika dalam kurun waktu 1 bulan bisa membelanjakan uang sekitar Rp 400 ribu. Sementara pembelanjaan masyarakat DIY kurang dari Rp 400 ribu, namun mereka memiliki aset atau tabungan yang dikatakan cukup. Namun aset dan tabungan itu tidak masuk dalam tolok ukur penentuan kategori masyarakat miskin oleh survei BPS.
“Jadi saran saya bagi BPS untuk merubah penilaian terhadap kategori miskin itu tidak berdasarkan uang belanja yang dikeluarkan per bulannya. Karena apa yang disampaikan Gubernur DIY, mereka punya tabungan banyak, tapi tabungannya ini tidak dinilai. Barangkali ini jadi masukan berharga bagi BKSAP nantinya, bahwa menilai suatu daerah entah kemiskinan ataupun kesenjangan itu tidak berdasarkan dari berapa nilai yang dibelanjakan tiap bulannya, tapi harus diliat dari kebutuhan. Kemudian nilai bahan pokok yang ada di masing-masing daerah berbeda dengan provinsi lainnya,” pungkas legislator dapil Jambi itu.
Ketua BKSAP DPR RI Nurhayati Ali Assegaf pun sepakat penerapan RAD SDGs yang oleh Pemprov DIY dapat menjadi percontohan bagi daerah lain. Menurut politisi Partai Demokrat itu, penerapan ini menunjukkan keseriusan Pemprov DIY dalam mencapai goals-goals dalam SDGs. “RAD kedua dari 34 provinsi ini bagus dan menunjukkan keseriusan. Bagaimana melihat keberhasilan inovasi, dengan melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan indeks kebahagaiaannya,” imbuh legislator dapil Jawa Timur V itu.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan, dengan berpegang pada Pancamulia, DIY berusaha untuk mewujudkan goals-goals SDGs ini. Mewujudkan Pancamulia DIY, berarti menyukeskan tujuan pembangunan pemerintah yang berkelanjutan. Saat ini Pemprov DIY menerapkan konsep silang ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan dan demokratik ekonomi. Menurut Sri Sultan hal ini akan ini menjadi kekuatan ekonomi DIY.
Sementara itu, Asisten Sekda Bidang Pemerintahan dan Administrasi Umum DIY Tavip Agus Rayanto menjelaskan, RAD SDGs DIY 2018-2022 telah diluncurkan pada tahun 2018 lalu. Sejumlah inovasi pun dilakukan, diantaranya program Sepatu Jolifa (sistem perpustakaan terpadu), Sahabat Rimba Meraih Mimpi, Info Pangan Digital (memotong mata rantai pasar), Angkringan Segoro Amarto (stabilitas pasar dan pengendalian inflasi), e-Posti (kemudahan pelayanan pajak dan retribusi), Tomira (Toko Milik Rakyat), dan inovasi lainnya.