17,8 Juta Kepala Keluarga Sulit Nikmati Raskin Murah

sumber berita , 10-04-2011

Program pemerintah untuk ikut mensejahterakan rakyat melalui pemberian beras murah masih menimbulkan masalah. Penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) di tingkat daerah tidak sesuai dengan harapan. 

Masalah yang dihadapi dalam penyaluran raskin terkait dengan kualitas dan kuantitas dari beras tersebut. Ada beberapa kabupaten yang dalam penyaluran raskin tersebut kualitas dan kuantitasnya masih kurang dari yang ditetapkan pemerintah, dan harga yang dikenakan terhadap masyarakat lebih mahal dari yang ditetapkan pemerintah Rp 1.600 menjadi Rp 2.000 per liter dengan jatah tiap bulan 5 liter. Hal ini disebabkan karena masalah tranportasi penyaluran raskin yang tidak ditanggung pemerintah daerah.

“Kami terus mendukung program raskin ini dan memperbaiki sistem penyalurannya yang masih buruk. Memang selama ini pemerintah belum memberikan subsidi alokasi anggaran untuk transportasi penyaluran raskin, sehingga tingkat kelurahan yang menyalurkan langsung ke masyarakat biasanya mengambil dana dari harga beras raskin dengan menaikkan harganya, jelas ini merugikan masyarakat,” kata Ketua Panja Raskin Komisi IV DPR, E Herman Khaeron, kepada Rakyat Merdeka.

Pada tahun ini secara nasional jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima beras raskin di Indonesia sebesar 17,8 juta kepala keluaraga (KK) dengan alokasi anggaran yang dikeluarkan untuk raskin Rp 17,5 triliun. DPR sendiri tidak keberatan dengan anggaran tersebut asalkan di­gunakan sebagaimana mestinya.

Untuk menyelesaikan masalah transportasi yang sering kali menyebabkan naiknya harga raskin tersebut, Herman mengusulkan untuk mencari pola terbaik dengan membuat distribusi independen misalnya, seperti kantor pos, kerja sama dengan dengan pemerintah daerah menyalurkan raskin tersebut.

“Kalau seperti ini terus disparitasnya akan semakin tinggi, kasihan rakyat. Pemerintah Kabu­paten dan Kota semestinya memberikan subsidi untuk transportasi penyaluran beras miskin sampai ke daerah kelurahan, desa, dan dusun. Karena selama ini kan transportasinya hanya sampai tingkat Kecamatan,” ujarnya.

Anggota Fraksi Demokrat ini menjelaskan, berdasarkan hasil kunjungan Panja Raskin ke dae­rah Bandung, Karawang, dan Garut. Kualitas beras raskin semakin membaik yang sebelumnya banyak ditemukan kotoran dan binatang, sekarang lebih bermutu.

“Kondisi berasnya lebih baik dibandingkan sebelumnya, walaupun ditemukan ada beberapa karung beras yang kualitasnya jelek, dikarenakan penyimpanan dalam gudang yang tidak sesuai, dan kondisi gudangnya sudah tidak layak,” ungkapnya.

Diungkapkan, beberapa daerah jatah raskin untuk RTS hanya 5 liter setiap bulannya, ditemukan lebih dari harapan dan target yang ditentukan pemerintah. Misalnya, di Bandung. Setiap RTS mendapat jatah raskin sebanyak 15 liter dengan harga Rp 1.000, ini berarti harga beras raskin lebih murah dan jumlahnya lebih banyak dari yang ditetapkan pemerintah.

“Pemerintah daerah Bandung mau memberikan subsidi beras dan transportasi penyalurannya, sehingga tidak ada kenaikan harga raskin. Ini membuktikan kepala daerah peduli kepada masyarakat, tidak seperti daerah lainnya,” bebernya.

Ditanya tentang jumlah beras raskin yang disalurkan, Wakil Ketua Komisi IV DPR ini mengata­kan, perhitungannya sasaran raskin adalah 17,8 juta RTS dengan jatah raskin 15 liter perbulan.

Anak buah Anas Urbaningrum ini menerangkan, Panja Raskin dibentuk berdasarkan pengaduan keluhan masyarakat yang menerima kualitas beras raskin kurang bagus, karena terlalu lama tersimpan di dalam gudang.

Panja ini bertugas mengawasi jalannya pendistribusian Raskin hingga ke masyarakat yang membutuhkan. Sampai saat ini Panja Raskin sudah bekerja selama tiga kali masa sidang DPR. Ditargetkan setelah masa reses ini Panja sudah menyampaikan kesimpulannya kepada pemerintah, dan harus segera dilaksanakan.

Sedangkan rekomendasinya yang akan disampaikan kepada pemerintah sudah dirumuskan. Pertama, raskin harus disesuaikan dengan makanan pokok setiap daerah. Contohnya, kalau ma­syarakat pedalaman Papua lebih menyukai sagu sebagai makanan pokoknya, maka pemerintah harus mengganti beras menjadi sagu.

Kedua, pemerintah pusat dan daerah harus ikut serta membantu subsidi transportasi penyaluran beras sesuai dengan daerah tranportasinya. Ketiga, pemerintah harus memberi hukuman kepada oknum yang menyalahi aturan dengan menaikan harga beras dan menggelapkannya. Keempat, raskin diupayakan menggunakan beras impor, supaya bisa ikut memberdayakan petani lokal. Kelima, Bulog harus merelokasi gudang-gudang penyimpanan beras didaerah yang sudah relevan lagi dan tidak layak pakai, karena akan mempengaruhi kualitas beras.

Selain itu, kata Anggota DPR dari dapil Jawa Barat VIII Indramayu ini, pemerintah harus mem­perbaiki kinerja Kepala Sub Divisi regional (Kasubdivre) Bulog di setiap daerah, karena sering kali masalah raskin di daerah diakibatkan divre yang tidak membantu penyebaran raskin ke masyarakat.

“Sebenarnya kami sudah sering membahas raskin ini bersama pemerintah, tapi sesuai pe­raturan, rekomendasi harus tetap disampaikan. Setelah reses atau awal Mei kami akan me­nyampaikan rekomendasi kepada pemerintah dan harus dijalankan oleh Pemerintah,” tegasnya.

Diposting 10-04-2011.

Dia dalam berita ini...

E. Herman Khaeron

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat VIII
Partai: Demokrat