Komisi VI DPR RI menilai perkembangan pengelolaan Kawasan Sabang yang dilaksanakan Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Sabang (BPKS) belum dapat dinikmati masyarakat Aceh. Untuk itu, BPKS diminta memperbaiki manajemen dan membuat grand design pengelolaan Kawasan Sabang.
Demikian dikatakan Anggota Komisi VI DPR RI Fadhlullah saat memimpin pertemuan tim kunspek Komisi VI dengan Kepala BPKS Razuardi Ibrahim dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, kinerja BPKS, serta tindak lanjut hasil laporan badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI di Kantor Perwakilan BPKS Banda Aceh, Kamis (22/8/2019).
“Kami (Komisi VI) memberikan catatan masalah manajemen, ini harus ada komitmen baik dari pengawasan maupun pelaksanaan untuk kemajuan Sabang dan Aceh. Sehingga dengan adanya komitmen kita bersama mulai dari pengawasan dan pelaksanaan, ini akan menjadi penting,” kata politisi F-Gerindra itu.
Sebagai politisi dapil Aceh, Fadhlullah mengaku kecewa karena sejak pertama kali berdiri, BPKS dianggap belum memberikan manfaat bagi perekonomian masyarakat Aceh. Dengan perbaikan manajemen, diharapkan dapat meningkatkan kinerja BPKS di masa depan. “Sekarang mari kita sama-sama mencari solusi. Bagi saya untuk keberhasilan BPKS ini, pertama perbaikan manajemen dan keberpihakan anggaran,” tegasnya.
Ia menambahkan, Komisi VI DPR RI akan terus memperjuangkan agar bisa meningkatkan kinerja BPKS dalam mewujudkan kawasan Sabang menjadi kawasan niaga dan wisata terkemuka di dunia. Diungkapkan Fadlullah, anggaran BPKS untuk tahun 2019 sebesar Rp 221 miliar, hingga bulan agustus 2019 baru terealisasi sebesar 36 persen.
“Jumlah anggaran ini (BPKS) lagi-lagi terkait dengan evaluasi kinerja sebelumnya, ini tidak akan tuntas dengan anggaran yang juga sedikit. Kita ingin lihat grand design Sabang ini mau seperti apa. Akan menjadi catatan kita, cara seperti apa dalam membenahi internal BPKS ini, kalau di dalamnya ada masalah, tidak akan tercapai keinginan-keinginan besar kita,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI lainnya Mustofa Assegaf, selain perbaikan manajemen, ia juga mengusulkan agar BPKS segera membangun bandara di Kawasan Sabang, hal ini dinilai sangat penting untuk meningkatkan konektifitas dari dan menuju kawasan Sabang.
“Dalam kasus Sabang ini, selain perbaikan manajeman, juga peningkatan infrastruktur yang terpenting adalah bandara. Kalau bandara belum berfungsi saya kira akan sulit, apalagi kita berbicara skala nasional apalagi internasional,” saran politisi F-Partai Persatuan Pembangunan itu.
Diketahui Kawasan Sabang adalah satu-satunya Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Indonesia yang telah mempunyai dasar hukum tetap, Perpu Nomor 2 Tahun 2000 yang selanjutnya ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 37 tahun 2000, dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang berlaku hingga 70 tahun.
Untuk menjalankan UU No. 37/2000 dibentuk Dewan Kawasan Sabang (DKS) dan BPKS. Dimana BPKS bertugas mengelola, mengembangkan dan membangun Kawasan Sabang. Dalam UU yang sama, BPKS diberikan wewenang untuk memberikan izin-izin yang terkait dengan usaha di Kawasan Sabang serta melakukan pembinaan dan integrasi kebijakan dengan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Kawasan Sabang sendiri terletak pada peta jasa kepelabuhanan regional dan internasional, yaitu berdekatan dengan Selat Malaka sebagai jalur pelayaran perdagangan yang sibuk, serta berada di antara lokasi pertumbuhan Afrika dan Asia.