Di Paripurna DPR, Fraksi PKS Ingin RKUHP Tetap Disahkan

sumber berita , 26-09-2019

Fraksi PKS DPR RI menyinggung polemik penundaan RUU KUHP dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (26/9/2019).

Hal itu dikatakan anggota fraksi PKS DPR Al Muzammil Yusuf.

Muzammil mengatakan, fraksi PKS DPR mengusulkan RUU KUHP tetap disahkan pada periode ini dengan penghapusan beberapa pasal. 

Menurutnya, saat ini merupakan momentum meninggalkan warisan hukum dari Belanda.

"Pada kesempatan ini PKS meminta dua hal. Satu, pasal penghinaan presiden itu kita cabut. Dan kedua RUU KUHP yang sudah dibahas dengan DPR dan perintah seluruh fraksi kita sahkan periode ini, sebagai bagian dari suksesnya reformasi hukum kita mengakhiri penjajahan asing dalam bentuk perundang-undangan lebih dari 1 abad. Allahuakbar! Merdeka!," kata Muzammil di Ruang Paripurna DPR, Senayan, Jakarta.

"Kita berada pada momentum sejarah untuk mengakhiri 101 tahun berlakunya KUHP warisan kolonial belanda. Jika dihitung dari 1 Januari 1918, untuk memiliki KUHP karya anak bangsa yang sesuai dengan moralitas bangsa norma pancasila dan konstitusi negara kita," katanya.

PKS, lanjut Muzammil, mengusulkan penghapusan beberapa pasal dalam RKUHP yang dipermasalahkan.

Yakni pasal 218, 219 dan 220 terkait penyerangan terhadap kehormatan dan martabat presiden.

Menurutnya, hal ini dikarenakan, pasal dinilai ketidak pastian hukum dan rentan akan multitafsir. 

"Fraksi PKS akan mengusulkan, terkait RUU KUHP pasal 218, 219, 220 penyerangan kehormatan dan hak martabat presiden wakil presiden dicabut dengan alasan sebagai berikut," ujar Muzammil.

"Pertama, putusan mahkamah konstitusi No 13 tahun 2006 No 6 tahun 2007 yang mencabut pasal 134, 136, 137 dan Pasal 154, 155 KUHP terkait dengan penghinaan presiden. Dengan pertimbangan MK yaitu, menimbulkan ketidak pastian hukum, karena sangat rentan pada tafsir apakah suatu protes pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden," lanjutnya.

Selain itu, Muzammil juga menyebut pasal tersebut dapat mengancam kebebasan pers dalam mengkritisi kebijakan presiden.

Sebab, harus ada kontrol atas kebijakan presiden, agar tidak menimbulkan kekuasaan otoriter. 

"Kedua pasal penghinaan tersebut dalam rancangan KUHP mengancam sangat serius pada kebebasan pers media massa pilar keempat demokrasi, ketika mereka mengkritisi kebijakan presiden atau wapres yang dinilai merugikan hak-hak warga sipil. Padahal presiden wakil presiden telah mendapatkan hak prerogatifnya yang luas sebagai pemerintah, maka harusnya siap dikoreksi oleh warganya. Jika tidak, akan berpotensi kekuasaan yang otoriter," katanya.

Mendengar interupsi Muzammil, anggota DPR RI dapil Papua Barat Jimmy Demianus Ijie merespons.

Ia mengatakan pengesahan RUU KUHP perlu ditunda karena perlu adanya pembahasan lebih dalam. 

"Menanggapi apa yang tadi diusulkan teman kita dari PKS, soal RUU KUHP, menurut hemat kami, semestinya ini ditunda dulu, agar dibicarakan lebih baik lebih teliti lebih hati-hati, karena ini urusan kita berbangsa bernegara, oleh karena itu kita tunda dulu," kata Jimmy.

 

Diposting 26-09-2019.

Mereka dalam berita ini...

Jimmy Demianus Ijie

Anggota DPR-RI 2014
Papua Barat

Almuzzammil Yusuf

Anggota DPR-RI 2014
Lampung I