Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan bangsa Indonesia memang tengah membutuhkan energi untuk mengatasi defisit energ dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun tetap harus tunduk pada aturan dunia terkait lingkungan hidup, termasuk pembatasan penggunaan energi tidak ramah lingkungan.
“Kita memang tengah membutuhkan energi untuk mengatasi defisit energi, oleh karenanya perlu mendorong meningkatkan produksi minyak dan gas. Namun di sisi lain kita ada pembatasan dan aturan dunia terkait lingkungan hidup. Misalnya, Paris agreement,” ujar Sugeng kepada Parlementaria di Senayan Jakarta, baru-baru ini.
Dalam Paris Agreement tersebut, lanjutnya, tahun 2040 diperkirakan suhu akan naik 2 persen. Saat itu disepakati untuk menahan agar suhu naik sebatas 1,5 persen saja. Berbagai cara bisa dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut, salah satunya dengan penggunaan energi ramah lingkungan atau green energy yang memanfaatkan energi alternatif seperti energi matahari dan angin, serta mikro hidro, hal ini sudah mulai dilakukan di Sulawesi. Termasuk juga harus melakukan pembatasan penggunaan batubara.
Politisi Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini menambahkan energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan merupakan tuntutan dunia yang tidak bisa dihindari. Jika Indonesia mengabaikan hal itu, maka Indonesia akan terkucilkan dalan pergaulan dunia. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap proses ekspor dan impor Indonesia.
“Kalau kita abaikan tuntutan penggunaan energi ramah lingkungan, maka hal itu akan berpengaruh terhadap impor dan ekspor kita. Bukan tidak mungkin barang-barang kita akan di-banned. Oleh karenanya kita perlu gali sebanyak-banyaknya energi alternatif yang non energi fossil seperti minyak, batu bara dan gas,” pungkasnya.