Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berpengaruh pada kenaikan tanggungan daerah. Hal ini tentu akan sangat memberatkan Pemerintah Daerah. Anggaran kesehatan akan habis untuk membayar iuran BPJS Kesehatan saja. Padahal ada kepentingan lain, seperti upaya preventif stunting. Jangan sampai kenaikan iuran ini memunculkan keinginan masyarakat untuk kembali ke Jamkesda.
“Jangan sampai kenaikan iuran justru memunculkan suara-suara untuk kembali ke Jamkesda yang lebih irit anggaran. Masyarakat Bali dari segi pembayaran ini kan memang nurut, tetapi jangan diinjak. Tentu yang terpenting kualitas pelayanan. Mudah-mudahan nanti yang mandiri tidak banyak turun ke kelas III atau malah tidak ikut BPJS,” kata Kariyasa saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI ke Bali, baru-baru ini.
Menurut politisi PDI-Perjuangan ini, sistem rujukan pada BPJS Kesehatan selama ini mempersulit masyarakat, sehingga Undang-undang tentang Jaminan Kesehatan Nasional (UU JKN) perlu dievaluasi. “Kita lihat data masyarakat miskin secara nasional mestinya tidak banyak pemerintah menanggung. Tapi (kenapa) kok besar sekali. Kemudian mengenai bagaimana sistem rujukannya juga (perlu dievaluasi),” analisa legislator dapil Bali ini.
Menanggapi adanya pendapat rasa nyaman masyarakat pada penggunaan Jamkesda, Anggota Komisi IX DPR RI Intan Fitriana Fauzi menjelaskan bahwa Jamkesda yang sudah berjalan mempunyai kelebihan dan kekurangan. “Mungkin lebih baik karena pengelolaannya ada di Pemda yang dibayarkan ke rumah sakit daerah setempat, sehingga mereka bisa mengelola mandiri. Tetapi ada keterbatasan pada saat di luar wilayahnya, tentu tidak bisa di-cover oleh Jamkesda tersebut,” ujar Intan.
Padahal, imbuh politisi PAN itu, untuk melakukan perpindahan dari satu daerah ke daerah lainnya juga memerlukan biaya. Inilah yang perlu dikaji mana yang baik dari Jamkesda untuk JKN yang sesuai dengan amanah UUD bahwa semua harus mempunyai akses kesehatan yang baik. Di sisi lain, rumah sakit juga harus mengantisipasi jika terjadi penurunan kelas dari peserta BPJS Kesehatan.
Terutama RS yang hanya mengandalkan dari BPJS Kesehatan, tentu harus menghitung dan menyesuaikan. “Kemungkinan jika pasiennya lebih banyak kelas III, nah ini tentu akan menyedot dana yang cukup besar, baik APBN maupun APBD masing-masing. Makanya kami melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah untuk bagaimana kesiapan mereka, sebagaimana kami temui Dinas Kesehatan dan apa-apa perlu dikaji ulang,” pungkas Anggota Dewan dapil Jabar IV ini.