Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengusulkan agar pemilihan presiden dikembalikan lagi kepada MPR RI. Ide ini muncul setelah para kiai NU bermusyawarah bersama dan menganggap pemilu langsung memiliki banyak sisi negatif.
Menanggapi itu, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menganggap saran tersebut sudah lama didengungkan oleh PBNU. Bahkan sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Itu usulan yang sudah lama. Bukan juga kemudian untuk dalam tanda kutip terkait dengan pilpres terakhir,” kata HNW di komplek DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).
Oleh karena itu, HNW yang merupakan Wakil Ketua Dewan Syuro PKS itu mengatakan, MPR dalam hal ini akan lebih dulu akan menyerap semua aspirasi masyarakat. termasuk yang disampaikan PBNU. Karena setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan pendapat.
“Tetapi, pimpinan MPR belum bisa menindaklanjuti apapun usulan itu, baik setuju ataupun tidak setuju materi amandemennya,” tambahnya.
HNW menuturkan, mengubah UUD memiliki aturan yang ketat. Salah satu syarat mutlaknya yakni harus diusunh oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR. Permohonan revisi juga harus disampaikan tertulis. Serta menjelaskan pasal mana yang ingin diubah, lengkap dengan alasan.
Setelah proses tersebut, pimpinan MPR baru akan mengadakan sidang resmi. Selama proses sidang pun minimal harus dihadiri 2/3 anggota MPR. Jika terpenuhi baru akan dilakukan vote untuk memutuskan revisi tersebut. Apabila 51 persen suara menyetujui maka amandemen UUD bisa dilakukan.
“Sampai hari ini, belum satupun anggota MPR yang mengusulkan secara resmi yang mau diubah. Jangan kemudian seolah-olah sudah akan selesai kesimpulan mengamandemen pasal tertentu,” tambah HNW.
Di sisi lain, HNW memastikan fraksi partainya di MPR pun belum memutuskan sikapnya terkait usulan tersebut. Sebab, pimpinan MPR periode 2019-2024 belum lama menjabat. Sehingga masih memiliki waktu panjang guna membuat keputusan.
“PKS di MPR belum mengusulkan apapun dan dalam konteks pembahasan dan semuanya belum selesai. Masih baru dua bulan awal sekali,” pungkasnya.
Diketahui, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menerima pimpinan MPR. Dalam pertemuan itu PBNU mengusulkan pemilihan presiden dikembalikan lewat MPR.
Said Aqil mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan pada musyawarah nasional (munas) Nahdlatul Ulama 2012 silam di Cirebon. Sehingga PBNU mengusulkan pemilihan presiden dikembalikan ke MPR. Bukan lagi mekanisme pemilihan langsung seperti yang dilakukan saat ini.
Said mengatakan, usulan itu bukan tanpa alasan. Melaikan para kiai telah melihat dampak negatif dan positif.
“Nah, kebetulan lebih banyak negatifnya. Misalnya saja dengan berbiaya besar. Misalnya masalah biaya yang sangat besar untuk dikeluarkan,” pungkasnya.