Upaya pemerintah mencegah stunting atau masalah gizi kronis belum menunjukkan hasil signifikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan kasus tertinggi di Asia.
Demikian disampaikan Anggota Fraksi PKB DPR, Nur Nadlifah, di Jakarta, Kamis, (19/12). Nadlifah menekankan kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, perlu melibatkan seluruh elemen masyarakat dan organisasi yang bergerak aktif di bidang kesehatan untuk mencegah stunting.
Dia yakin, langkah tersebut akan berjalan lebih efektif. Sebab, organisasi-organisasi kemasyarakatan bisa melakukan komunikasi yang lebih luwes serta lebih memahami kondisi aktual di lingkungan masyarakat itu sendiri. Artinya, langkah pemerintah untuk menekan stunting akan lebih mudah dan efektif jika Kemenkes melakukan kolaborasi dengan seluruh pihak yang terkait.
“Pemerintah perlu berkolaborasi dengan semua stakeholder terkait, termasuk organisasi kemasyarakatan. Persoalan stunting tidak bisa di selesaikan Kemenkes sendirian, perlu melibatkan seluruh stekholder dan juga keterlibatan aktif serta masukan langsung dari masyarakat dalam gerakan ini”, ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR yang juga Ketua I PP Fatayat NU tersebut menyebut, ada beberapa penyebab mengapa kasus stunting di Indonesia sangat tinggi. Beberapa diantaranya adalah pola hidup dan pola asuh orang tua yang salah mengenai asupan gizi serta kondisi perekonomian orang tua yang masuk dalam kategori pra-sejahtera.
Ada pun angka stunting tertinggi masih berada di wilayah timur Indonesia. Kurangnya perhatian terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat timur Indonesia tentu berdampak pada kurang pedulinya masyarakat terhadap gizi anak-anak. Dengan demikian, keterlibatan organisasi masyarakat yang lebih paham akan kondisi lingkungannya menjadi klausul penting guna menangani kasus gizi buruk atau stunting di wilayah Indonesia.