WAKIL Ketua DPR Ahmad Sahroni mengkritisi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tak mengeneralisir suatu daerah seperti Tanjung Priok ataupun wilayah lain dengan kriminalitas. Terlahir dari Tanjung Priok, Ahmad Sahroni menegaskan dirinya tak menjadi preman ataupun pelaku tindak kriminal.
Dalam kunjungannya ke Lapas narkotika Kelas IIA Jatinegara, Jakarta, Kamis (16/1), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut bahwa kemiskinan adalah sumber tindakan kriminal. Dalam sambutannya itu Yasonna mencontohkan bahwa anak yang lahir dari kawasan Tanjung Priok yang terkenal keras dan Menteng yang terkenal sebagai kawasan elit di akan tumbuh besar dengan cara berbeda.
“Yang membuat itu menjadi besar adalah penyakit sosial yang ada. Itu sebabnya kejahatan lebih banyak terjadi di daerah-daerah miskin. Slum areas (daerah kumuh), bukan di Menteng. Anak-anak Menteng tidak, tapi coba pergi ke Tanjung Priok. Di situ ada kriminal, lahir dari kemiskinan," sebut Yasonna.
Menanggapi pernyataan ini, Legislator DPR RI asal Tanjung Priok, Ahmad Sahroni mengingatkan Yasonna agar lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan, terutama karena dirinya adalah sosok pejabat publik.
“Pak Yasonna harus lebih bijak dalam menyampaikan statement, karena beliau ini kan Menkumham, pernyataan seperti ini kurang cakap muncul dari seorang Menkumham. Memang benar banyak kriminal muncul dari wilayah yang miskin, namun beliau tidak boleh generalisasi. Tidak semua anak Tanjung Priok seperti itu,” ujar Sahroni.
Dirinya mencontohkan, terlahir di Tanjung Priok yang tumbuh besar di lingkungan keras tak membuat Sahroni terjerumus ke hal-hal negatif.
“Saya berasal asli dari Tanjung Priok, lahir dan besar di sini dengan kawasan daerah preman, namun hal ini bukan berarti saya preman. Jadi tidak bisa digeneralisasi atas asal daerahnya, tapi balik lagi ke individunya masing-masing. Menkumham jangan mengeneralisir anak Priok Pelaku Kejahatan,” tegas Sahroni, Kamis (16/1).
Ia menceritakan, pada masa lalu Jakarta Utara, khususnya Tanjung Priok memang lekat dengan premanisme dan kejahatan lain seperti narkoba. Namun kondisi saat ini tak serta merta bisa disamakan dengan masa lalu.
“Kalau dulu kita berjalan di kawasan Priok malam hari selalu merasa khawatir. Peredaran narkoba juga berkurang jauh. Sekarang kriminalitas berkurang jauh. Jajaran Polri terus menindak pelaku kejahatan dan menciptakan Kantibmas di kawasan Priok,” ucap Sahroni.
Dalam kesempatan yang sama Sahroni menuturkan, Tanjung Priok seharusnya tak lagi lekat dengan premanisme. Keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok, tepatnya Jakarta International Container Terminal (JICT), yang sejak Februari 2019 lalu menjadi pelabuhan pertama RI yang bisa melayani transshipment internasional menjadikan Priok sebagai penopang utama perekonomian, bukan hanya Jakarta tapi Indonesia secara keseluruhan.
“JICT mendongkrak perekonomian Jakarta. Tanjung Priok bukan lagi sarang premanisme dan narkoba tapi penopang perekonomian Indonesia. Saya bangga jadi Anak Tanjung Priok,” tukas Sahroni.
“Saya juga menjadi bukti bahwa Tanjung Priok, bahkan pada masa kelamnya tak serta merta menjadikan generasi muda menjadi preman, justru menjadi anggota DPR,” imbuh politisi NasDem ini.
Lebih jauh Sahroni mengingatkan, pejabat negara ataupun para tokoh publik seharusnya tak mencap sebuah daerah sebagai daerah hitam penghasil pelaku kejahatan. Langkah yang tepat seharusnya adalah mendorong adanya perubahan di daerah rawan kriminalitas tersebut sehingga menjadi kawasan aman dengan tingkat kesejahteraan tinggi.
Dalam berbagai kesempatan saat kampanye maupun kunjungan daerah pemilihan di Tanjung Priok misalnya, Sahroni mencontohkan dirinya selalu memompa para pemuda untuk menolak Tanjung Priok sebagai kawasan premanisme dan kejahatan.
“Saya selalu ingatkan masyarakat bahwa Tanjung Priok bukan lagi sarang premanisme, bukan lagi kawasan dengan peredaran narkoba yang tinggi. Saya akan bersuara lantang jika Priok masih dicap sebagai daerah penghasil preman dan kriminalitas tinggi,” timpalnya.