Anggota Komisi VI DPR RI Percha Leanpuri mengingatkan agar program Corporate Social Responsibility (CSR) harus berkontribusi terhadap peningkatan taraf kualitas hidup masyarakat sekitar perusahaan, sehingga manfaat CSR benar-benar dirasakan. Menurutnya, CSR yang baik adalah CSR yang memiliki dampak berkelanjutan, tidak hanya sekedar branding dari perusahaan bersangkutan.
Hal ini disampaikan Percha saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI ke PT. Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tarahan, Lampung, baru-baru ini. “CSR PTBA harus merata, sehingga bisa dirasakan masyarakat Sumatera Selatan manfaat dari perseroan ini. Dengan begitu, kemandirian masyarakat dapat dibangun melalui kegiatan CSR,” kata politisi F-NasDem ini. Kendati kantor PTBA berada di Lampung, namun aktivitas pertambangannya berada di Sumsel.
Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru menuturkan, perusahaan perlu mengubah paradigma terkait kegiatan CSR. CSR bukan program belas kasih kepada masyarakat, tetapi tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat. “CSR itu semangatnya bukan belas kasihan kepada masyarakat, namun itu hak mereka. Jadi, kita harus membalik paradigma berpikir kita, karena ada mereka sehingga kita bisa menjalankan usaha,” kata Yevri.
Selain itu, CSR juga harus bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitar perusahaan, sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas tambang. “Butuh 100 tahun untuk bisa sampai pada hari ini, saya tidak tahu apakah kita harus bangga atau sedih. Karena begini, kita harus menghitung berapa banyak uang yang kita dapat untuk menambang batu bara masif dan berapa banyak uang yang harus dikeluarkan anak cucu kita nanti supaya kembali tanah itu layak untuk jadi sesuatu,” kata Deddy.
Sementara itu, Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menyampaikan PTBA menyalurkan dana CSR sebesar Rp 220 miliar setiap tahunnya. Dimana, 80 persen kegiatan CSR difokuskan di daerah Sumatera Selatan, karena lokasi aktivitas tambang yang berada di sana. Ia menambahkan, prinsipnya menambang adalah bagian dari rencana penutupan tambang.
Sawah Lunto, contohnya, salah satu lahan bekas tambang yang kini berkembang menjadi satu-satunya kawasan wisata pertambangan di Indonesia yang kaya sejarah. “Dulu ekonomi Sawah Lunto sangat bergantung pada PTBA, sekarang dia bisa mandiri sebagai kota wisata. Nah, ini juga yang kita lakukan di Tanjung Enim bisa menjadi kota wisata, sehingga pada saatnya nanti kita meninggalkan Tanjung Enim bukan menjadi kota mati,” terangnya.