Anggota Komisi II DPR RI Hugua menilai, data masih menjadi permasalahan utama dalam persiapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Medan, Sumatera Utara. Hal tersebut terungkap setelah didapati ada perbedaan data sekitar 20-30 persen dari data calon pemilih yang ada di Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil (Dukcapil).
“Dari pertemuan tadi terungkap selain blanko KTP elektronik yang masih kurang, masalah data calon pemilih masih menjadi permasalahan utama. Perbedaan data pemilih yang ada di KPUD Medan dengan data yang ada pada Dinas Dukcapil Medan itu sekitar 20-30 persen. Angka sebesar itu kan bukan angka yang sedikit,” ujar Hugua usai pertemuan Komisi II DPR RI dengan Plt Walikota Medan, Achyar Nasution di Medan, Sumatera Utara, baru-baru ini.
Perbedaan data itu menurutnya tidak hanya berpotensi terhadap terjadinya kericuhan atau perselisihan menjelang bahkan pasca Pilkada. Dan tidak kalah pentingnya, perbedaan data itu menjadi salah satu bukti terjadinya pemborosan anggaran negara. Proses pendataan tidak hanya dilakukan oleh Dinas Dukcapil saja, namun juga oleh KPUD. Dan hal itu tentu mengeluarkan uang negara yang tidak sedikit.
“Dukcapil melakukan pendataan, dan disaat bersamaan KPUD juga melakukan hal yang sama. Hal tersebut menjadi double anggaran, atau sebuah pemborosan keuangan negara. Meskipun dikatakan KPUD, mereka hanya melakukan verifikasi, tapi tetap saja seperti sensus yang menemui warga satu persatu,” ungkap politisi Fraksi PDI Perjuangan ini.
Dijelaskan Hugua, dalam aturan dan undang-undang yang ada, yang berwenang melakukan pendataan adalah Dukcapil. Karena Dukcapil, yang notabene berada di dalam naungan Kementerian Dalam Negeri, memiliki struktur dan hirarki hingga ke elemen terbawah. Dengan kata lain Dukcapil memiliki instrumen yang cukup kuat hingga tingkat kelurahan, RW dan RT yang bisa langsung menjangkau masyarakat. Sementara KPUD merupakan lembaga penyelenggara Negara yang sejatinya merupakan lembaga Ad hock.
Ke depan, Hugua akan kembali mendiskusikan permasalahan tersebut kepada Kementerian Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu untuk menyelesaikan hal ini. Sehingga hanya ada single data yang digunakan dalam pemilihan kepala daerah mendatang. Bahkan untuk menghemat keuangan negara, bukan tidak mungkin anggaran pendataan akan disatukan.