Rencana Pemerintah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus untuk para petani kopi perlu diawasi secara ketat. Mekanisme penyalurannya harus diperjelas, agar para petani kopi di daerah dapat dengan mudah mengakses bantuan KUR tersebut. Moral hazard harus ditekan.
Anggota Komisi IV DPR RI Hamid Noor Yasin menyampaikan hal ini dalam wawancaranya dengan Parlementaria, Kamis (12/3), lewat jaringan Whatsapp. Seperti diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) akan menyalurkan KUR untuk tahun 2020 ini sebesar Rp 3,96 triliun bagi petani kopi dengan bunga 6 persen tanpa agunan. Penyaluran KUR ini didasari meningkatnya konsumsi kopi di dalam maupun luar negri yang ditandai dengan merebaknya kedai-kedai kopi.
“Secara angka masih sangat normatif dan berbagai alasan bisa dibuat sebagai argumen. Namun, yang saya tekankan bagaimana mekanisme penyalurannya. Sejauh mana moral hazard dapat ditekan, baik pada tingkat petugas pembuat rekomendasi, petugas penyaluran, hingga petani atau kelompok tani penerima,” ungkap politisi PKS tersebut.
Menurut Hamid, program pertanian banyak gagal karena dilatari pelaksanaan rekomendasi yang tidak tepat sasaran. Selain itu, penyalahgunaan bantuan yang dilakukan petugas penyalur dan petani juga masih banyak terjadi. Maksud rekomendasi tidak tepat sasaran, lajut Hamid, yaitu banyak petani yang tidak memiliki kedekatan dengan akses bantuan KUR. Akhirnya, mereka pun betul-betul tak tersentuh KUR, walau potensi pengembangan kopinya sangat besar.
Persoalan krusial lainnya dalam penyaluran KUR adalah kebiasaan mengejar target sasaran dengan terburu-buru. Pada gilirannya, penyaluran dilakukan serampangan asal memenuhi target penyaluran KUR ini. “Yang paling miris adalah terjadinya korup anggaran penyaluran, tapi ini jarang terjadi namun sangat memalukan,” kilahnya lebih lanjut. Penyalahgunaan penyaluran bantuan KUR juga kerap terjadi yang justru dilakukan para petani sendiri.
Alokasi bantuan yang mestinya untuk pengembangan budidaya kopi, malah digunakan untuk keperluan lain. Di sinilah Kementan harus mengawasinya dengan ketat. Fakta lain penyimpangan KUR, papar legislator asal Wonogiri, Jawa Tengah ini, ketika dana KUR hanya dinikmati oleh ketua kelompok tani saja. Sementara anggotanya tak menikmati.