Pemerintah diminta untuk terus menciptakan iklim usaha kondusif bagi peternak kecil agar mereka tetap produktif dan mampu bersaing di pasar di tengah merebaknya virus korona (Covid-19) ini. Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema menilai para peternak kecil sudah berjerih lelah memelihara ayam, telur dan ternak lainnya selama beberapa bulan, tetapi tak mendapat untung karena harga murah.
“Suplai bibit ayam dari luar negeri harus segera dibatasi, jangan sampai terjadi oversupply. Pemerintah perlu memerintahkan korporasi agar membeli ayam dan telur peternak kecil, karena sebenarnya kita sanggup memenuhi kebutuhan domestik,” papar Ansy, sapaan akrabnya dalam rilisnya, Sabtu (4/4/2020).
Politisi PDI-Perjuangan itu juga meminta Pemerintah menutup wacana impor ayam beku dari Brasil. Selain menggangu iklim usaha keunggasan, impor juga mematikan produktivitas peternak kecil domestik. Justru dalam momentum pandemi korona, Kementerian Perdagangan dan Bulog dapat membenahi arah kebijakan impor.
Karena, menurut Ansy, di tengah pandemi korona di mana ekonomi negara-negara di dunia terganggu, Indonesia tak bisa mengharapkan impor ayam dan telur. Negara-negara importir pasti mau menyelamatkan diri dan menggunakan produksi untuk kebutuhan domestik dalam mengantisipasi pandemi korona.
“Bulog mestinya membeli ayam dan telur dari peternak kecil untuk memenuhi konsumsi domestik selama pandemik berlangsung dan tahun-tahun ke depan. Pandemi korona menjadi momentum strategis bagi Bulog untuk membangun kemitraan dengan peternak kecil dan memutus mata rantai ketergantungan pada impor ayam dan telur,” tambah Ansy lebih lanjut.
Pemerintah juga harus menyiapkan regulasi agar peternak kecil bisa menjadi pamasok daging ayam, telur ke restoran, hotel atau katering dengan porsi berimbang dengan korporasi-korporasi besar. Pemerintah perlu merevitalisasi pola kemitraan perusahaan ternak milik Badan Usaha Negara (BUMN) dengan peternak kecil.
“Peternak kecil bisa menjadi penyedia atau pemasok ayam dan telur bagi perusahaan-perusahaan BUMN agar menjamin rantai supply di pasar. Ini penting agar produsen ternak BUMN jangan lagi mengimpor ayam atau bibit ayam dari luar. Pola kemitraan ini juga penting untuk memutus rantai monopoli oleh korporasi-korporasi besar yang memiliki modal besar di pasar,” imbuh Ansy.
Regulasi penting agar tak ada monopoli dan peternak kecil tak boleh hidup dalam kemiskinan struktural model ini. Artinya, mereka sudah berjuang, sudah berusaha memilihara ayam dan telur dalam jumlah besar, tetapi tak beruntung karena harga di pasar ayam jatuh. Biaya yang mereka keluarkan untuk memelihara ayam tak setimpal dengan pendapatan yang mereka terima karena harga jatuh.
“Jadi secara struktural, mereka dimiskinkan karena negara belum sepenuhnya berpihak kepada mereka. Pemerintah harus sadar bahwa ayam dan telur adalah sumber protein hewani dengan harga relatif terjangkau yang bisa mengatasi masalah gizi buruk dan stunting di negeri ini. Untuk itu, perhatian kepada peternak kecil harus mulai diperkuat,” tutup legislator dapil Nusa Tenggara Timur II itu.