Komite II DPD RI memberikan pandangan dan masukan atas Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Melalui virtual meeting, Komite II DPD RI menyampakan pandangan dan masukan kepada Komisi VII DPR RI.
Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai melihat pada RUU Minerba perlu melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Maka penting dinormakan di bagian ketentuan umum, dengan ketentuan BUMDes.
“Penambahan ketentuan umum tentang BUMDes sangat penting. Karena BUMDes perlu memiliki peranan yang khusus dalam usaha pertambangan Indonesia,” ucap Yorrys didampingi Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh, Wakil Ketua DPD RI Hasan Basri, dan Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin.
Yorrys menambahkan Komite II DPD RI mengusulkan penambahan pasal terkait kontrak bagi produksi. Untuk itu perlu menormakan satu ayat yang didefinisikan sebagai bentuk kerjasama antara BUMN dan BUMD dengan pihak lain untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi mineral dan batubara di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia.
“Kontrak bagi produksi penting dinormakan untuk memberikan kesempatan yang besar bagi BUMN dan BUMD untuk mengelola wilayah pertambangan,” terangnya.
Sedangan untuk pelestarian lingkungan, lanjutnya, Komite II DPD RI menilai bahwa dalam melakukan eksplorasi SDA, khusunya mineral logam dan batubara harus mempertimbangan aspek lingkungan dan sesuai dengan aspek tata ruang, kecukupan lahan, dan jumlah cadangan mineral logam.
“Regulasi terkait tanggung jawab konservasi seperti kerusakan hutan akibat pertambangan mineral dan batubara harus jelas dan tegas. Pemegang Izin Usaha Pertambangan harus memiliki kewajiban dalam merehabilitasi bekas tambang yang nantinya akan dijadikan irigasi dan pariwisata,” kata senator asal Papua itu.
Yorrys melanjutkan aspek pelestarian lingkungan yang berkelanjutan harus diperhatikan dengan mempersempit ruang ekspansi pengerukan pertambangan secara besar-besaran.
Ia mencontohkan, misalnya terdapat aturan jelas untuk tidak melakukan aktivitas pertambangan di wilayah sungai.
“DPD RI menilai bahwa RUU Minerba harus memuat aturan konservasi cadangan mineral,” harapnya.
Selain itu, Komite II DPD RI juga memandang perlunya keterlibatan pengusaha kecil dalam usaha pengolahan dan pemurnian minerba.
Dimana DPD RI menilai bahwa pembangunan smelter untuk pengolahan dan pemurnian minerba selama ini hanya menguntungkan kelompok usaha besar, maka pengolahan dan pemurnian mineral di daerah harusnya melibatkan BUMDes, UMKM, dan juga Koperasi.
“DPD RI menilai bahwa dengan melibatkan koperasi, UMKM dan BUMDes setempat akan dapat meningkatkan perekonomian wilayah setempat,” cetusnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin mengatakan pasal 172 A ayat (1) RUU Minerba permohonan perpanjagan Izin Usaha Pertambangan operasi produk dilakukan paling cepat empat tahun dan paling lambat satu tahun sebelum masa kontrak habis.
Lalu pasal 172 A ayat (2) RUU Minerba menjelaskan permohonan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk bisa diajukan paling cepat lima tahun dan paling lambat 1 tahun.
DPD RI menilai aturan ini terkesan memudahkan pemegang Izin Usaha Pertambangan operasi produk dan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk untuk melakukan perpanjangan.
“Jadi bila masa berlaku Izin Usaha Pertambangan operasi produk dan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk yang telah habis. Maka dikembalikan kepada negara dan diproses lagi dengan cara lelang,” terang Bustami.