Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Demokrat Bramantyo Suwondo meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membuat protokol pendidikan di tengah situasi darurat.
"Setelah pandemi ini selesai saya harap Kemendikbud bisa membuat rancangan protokol bila mana di kemudian hari atau masa depan ada situasi mendorong adjustment seperti saat ini," tuturnya pada Rapat Dengar Pendapat Komisi X dengan Mendikbud melalui konferensi video, Rabu (20/5).
Ia menyatakan protokol pendidikan tersebut dibuat untuk mempersiapkan situasi bencana daerah, bencana nasional, pandemi hingga perang di masa depan.
Bramantyo menilai langkah ini perlu dipersiapkan berkaca pada kendala dan situasi pendidikan selama pandemi virus corona (Covid-19).
"Kita harus punya protokol langkah-langkah yang harus kita laksanakan selama bencana dan pengurangan dana yang bisa dilakukan," tambahnya.
Sebelumnya Federasi Serikat Guru Indonesia juga menyerukan agar Kemendikbud memetakan panduan atau kurikulum darurat selama pandemi.
FSGI menyatakan kurikulum ini dibentuk bukan untuk mengubah kurikulum normal. Melainkan untuk mengatur materi pelajaran yang wajib dan tidak wajib disampaikan guru selama kondisi darurat.
Hal ini dinilai penting mengingat banyak kendala yang didapati selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah corona. Salah satunya terkait ketidakpahaman guru soal pencapaian kurikulum dan pencapaian belajar selama pandemi.
Kemendikbud sendiri baru mengeluarkan panduan rinci terkait pembelajaran jarak jauh pekan ini melalui Surat Edaran Sekretaris Jenderal No. 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.
Surat tersebut mengatur berbagai aspek belajar dari rumah. Mulai dari PJJ dalam jaringan dan luar jaringan, sampai panduan untuk pemerintah daerah, kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua murid.
Pada bagian terakhir surat edaran, juga diatur terkait panduan kegiatan pembelajaran ketika satuan pendidikan sudah kembali beroperasi.
Tak Bisa Akses TVRI
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Gerindra Ali Zamroni mengungkap banyak siswa di Banten tak bisa akses program Belajar di Rumah di TVRI selama pandemi covid-19 atau corona.
"Bahwa provinsi Banten yang berbatasan langsung dengan ibu kota ternyata belum punya stasiun perwakilan TVRI. Sehingga ini jadi kendala banyak masyarakat," tuturnya pada kesempatan yang sama.
Karena tak ada stasiun perwakilan, ia mengatakan masyarakat harus menggunakan parabola untuk mengakses stasiun TVRI. Hal ini menjadi kendala bagi sejumlah masyarakat yang tak miliki parabola.
Untuk itu ia meminta Nadiem mengoordinasikan hal ini agar ke depan masyarakat di seluruh daerah mendapat akses pendidikan secara merata.
Ali juga menyarankan agar Kemendikbud bisa memaksimalkan perangkat belajar pada Pusat Data dan Informasi Kemendikbud selama pembelajaran di tengah pandemi.
Lebih lanjut anggota Komisi X DPR Fraksi Partai PAN Dewi Coryati menyarankan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di daerah 3T atau tertinggal, terdepan dan terluar diperhatikan.
Ia menyatakan jumlah daerah 3T yang termasuk masih banyak di Indonesia membuktikan bahwa proses pembelajaran daring belum bisa lancar dilakukan.
"Ke depan PJJ perlu dapat perhatian khusus, karena kita tidak mungkin juga mengelak metode pembelajaran ini," tuturnya.
Program Belajar di Rumah di TVRI awalnya dibuat Nadiem untuk memfasilitasi siswa yang tak punya fasilitas atau akses internet untuk belajar daring.
Namun program ini belum menyentuh kendala yang didapati siswa dan guru di pelosok, dimana akses listrik masih sering jadi persoalan.
Pada akhirnya banyak guru yang terpaksa mengabaikan seruan mengajar dari rumah karena komunikasi dengan siswa terputus. Beberapa memilih mengunjungi satu per satu rumah siswa untuk mengajar di tengah pandemi.
Hak Disabilitas
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa Amaliah meminta Nadiem memperhatikan hak belajar siswa penyandang disabilitas.
Hal ini karena ia menilai Kemendikbud belum menaruh perhatian terhadap siswa penyandang disabilitas baik selama maupun sebelum pandemi covid-19 atau corona.
"Pendidikan khusus juga belum dapat tempat yang cukup. Bahkan datanya hampir tidak pernah dipresentasikan di Komisi X," ujarnya.
Ledia menilai pemenuhan hak pendidikan untuk peserta didik penyandang disabilitas perlu diperhatikan oleh Kemendikbud.
Ia mengingatkan selama pandemi Kemendikbud belum menyentuh strategi pembelajaran bagi siswa penyandang disabilitas. Ini pun termasuk pada Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Kemendikbud.
Perkara hak belajar siswa penyandang disabilitas pun, lanjutnya, bukan hanya jadi ranah pendidikan khusus, melainkan juga pendidikan inklusi pada satuan formal dan informal.
Ia menyatakan sampai saat ini pihaknya belum mendengar laporan terkait pendidikan inklusi maupun jumlah guru yang sudah dilatih terkait ini.
"Jangan sampai anak penyandang disabilitas masuk ke sekolah inklusi dengan maksud bisa punya keterampilan sosial lebih baik, tapi ternyata lebih buruk karena guru tidak punya kompetensi," ujarnya.
Diketahui selama pandemi sebagian besar daerah merumahkan kegiatan sekolah. Kemendikbud pun membuat sejumlah pedoman dan program untuk membantu jalannya pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Namun kebijakan dan program Kemendikbud belum ada yang menyentuh langsung kepada siswa penyandang disabilitas maupun berkebutuhan khusus.
Hal ini pun sempat disinggung Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Ia menilai program belajar daring maupun dari televisi yang dibuat Kemendikbud belum bisa menjangkau siswa dengan keterbatasan fisik dan mental.