KOMISI III DPR RI mendesak Kejaksaan Agung dan Polri lebih serius mengusut kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam importasi tekstil di Dirjen Bea dan Cukai tahun 2018-2020. Dalam waktu dekat, Komisi III akan meminta penjelasan Jaksa Agung dan kepolisian terkait pengusutan dugaan kasus korupsi tersebut.
“Seusai reses kita akan panggil mereka,” ujar anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana, dalam keterangan pers, kemarin.
Eva mengatakan Komisi III ingin semua pihak bekerja serius menangani kasus itu. Melalui pengawasannya yang terukur, berdasar, akuntabel, transparan, dan bebas kepentingan.
“Tidak ada ruang bagi siapa pun untuk bermain atau mengambil keuntungan dari giat-giat penegakan hukum yang dilakukan institusi Kejaksaan Agung dan Polri,” ujarnya.
Eva menambahkan, kasus impor ilegal melalui pelabuhan tikus di Batam sudah sering terjadi. Bahkan, Kemendag periode lalu sebenarnya sudah melakukan pengetatan. Namun, saat pandemi covid-19 justru dijadikan celah oleh perusahaan yang tidak bertanggung jawab.
“Impor ilegal tekstil ini jelas merugikan Indonesia. Pertama, negara tidak mendapatkan bea masuk dari produk tekstil ini. Kedua, merugikan industri tekstil dalam negeri, baik itu perusahaan maupun UMKM. Apalagi di tengah pandemi covid-19 industri tekstil tidak bergeliat seperti biasanya,” tandasnya.
Selain itu, Eva juga berharap Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri dapat memberikan masukan bagi Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari. *Sebelumnya, dua rumah pejabat Bea Cukai di Batam digeledah tim penyidik JAM-Pidsus Kejagung RI.
Penggeledahan terhadap dua rumah milik petinggi Bea Cukai Batam itu merupakan tindak lanjut dari penyidikan kasus dugaan penyelundupan 27 kontainer berisi tekstil impor premium yang diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok, Maret 2020.
Dari 27 kontainer yang bertolak dari Pelabuhan Batuampar, Batam, faktur pengiriman menyebutkan 10 kontainer diimpor satu perusahaan, sisanya diimpor perusahaan lain asal Batam.
Temuan 27 kontainer milik PT FIB (Flemings Indo Batam) dan PT PGP (Peter Garmindo Prima) itu dilakukan Bidang Penindakan dan Penyidikan (P2) KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Saat pemeriksaan didapati ketidaksesuaian mengenai jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 keluar dan isi muatan saat pemeriksaan fisik barang.