Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 yang menjadi dasar penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Program ini bertujuan menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk menunjang pembiayaan bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR). Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin meminta Pemerintah segera menyiapkan ketentuan teknis secara jelas dan transparan, khususnya mengenai pengawasan dan pengelolaan dana Tapera.
“Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang layak dan terjangkau memang menjadi kewajiban negara sesuai amanah UUD 1945. Untuk itulah, negara menyelenggarakan sistem tabungan perumahan. Namun, Pemerintah wajib mempersiapkan secara matang agar pelaksanaannya berjalan optimal dan tepat sasaran untuk memastikan terjaminnya manfaat bagi peserta di kemudian hari,” kata Puteri dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Rabu (10/6/2020).
Program Tapera sendiri dijalankan sebagai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Melalui PP 25/ 2020, Pemerintah membentuk BP Tapera yang bertugas untuk mengelola Tapera, meliputi pengerahan, pemupukan, dan pemanfaatan dana Tapera.
Dana Tapera dikumpulkan melalui iuran sebesar 3 persen dari gaji per bulan pegawai ASN, TNI, Polri, BUMN, BUMD, BUMDes, dan swasta. Iuran tersebut dibayarkan 2,5 persen oleh peserta pekerja dan 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja. Sementara untuk pekerja mandiri nantinya harus membayar penuh sebesar 3 persen per bulan.
“Yang menjadi poin krusial dalam skema iuran ini adalah dasar perhitungan serta formulasi besaran simpanan terhadap gaji, karena menyangkut kesiapan dan kapasitas pekerja dan pemberi kerja agar tidak merasa terbebani. Apalagi saat ini pemerintah juga menarik potongan iuran wajib lain seperti BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, ketentuan iuran pada program ini harus diatur dengan rinci dan disosialisasikan kepada pemberi kerja dan peserta Tapera,“ paparnya.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga mengatakan, BP Tapera juga dapat menempatkan dana Tapera dalam instrumen investasi dalam negeri, baik berdasarkan prinsip konvensional maupun syariah, yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Skema pemupukan dana tersebut berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang portofolio investasinya dapat ditempatkan pada deposito perbankan, surat utang pemerintah dan bentuk lainnya.
Kegiatan tersebut diawasi oleh Komite Tapera, yang beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Komisioner OJK, serta unsur profesional. Mengenai hal ini, Puteri menyoroti mekanisme pengawasan kegiatan pemupukan dana, agar dilaksanakan secara hati- hati berdasarkan kaidah good governance, transparansi, dan akuntabilitas.
“Persoalan industri jasa keuangan yang telah terjadi, tentunya menjadi pelajaran akan pentingnya prinsip kehati-hatian dan mitigasi risiko dalam penghimpunan dan investasi dana masyarakat. Untuk itu, Komite Tapera perlu secara ketat mengawasi kelayakan model bisnis dan investasi yang akan dijalankan oleh BP Tapera. Pengawasan ini termasuk penentuan manajer investasi yang akan mengelola dana tersebut guna mencegah moral hazards,” ungkap Puteri.
Menutup keterangannya, Ketua Kaukus Pemuda Parlemen Indonesia (KPPI) ini meminta agar masukan, pandangan dan kritik dari publik dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menyusun ketentuan teknis pelaksanaan program Tapera.
"Keberhasilan program ini dapat diukur melalui tingkat partisipasi masyarakat. Apabila saat ini masih terjadi pro kontra di tengah masyarakat, sudah sewajarnya bagi pemerintah untuk menampung aspirasi tersebut sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk penyempurnaan ketentuan teknis. Yang tak kalah penting, Pemerintah juga perlu terus mengedukasi masyarakat atas ketentuan teknis tersebut sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya nanti,” pungkasnya.