Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

PDIP Khawatir Program PEN Berakhir Seperti Kasus BLBI dan Century

sumber berita , 16-06-2020

Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengatakan, ‎pemerintah harus cermat dalam menyalurkan dana untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ke BUMN. Jangan sampai kasus BLBI dan Bank Century terulang lagi, karena itu antara kebutuhan dan pelaksanaan anggaran benar-benar diperhatikan.

“Jika merujuk kasus Century, kebutuhan yang seharusnya hanya Rp 670 miliar tapi dalam pelaksanaan membengkak menjadi Rp 7 triliun. Jangan sampai jatuh ke lubang yang sama,” ujar Deddy dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Selasa (16/6).

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menambahkan, saat ini pemerintah akan memberikan dana talangan kepada BUMN. Namun dari pihak Kementerian BUMN mengatakan aturan main tentang dana talangan belum final.

“Ini bahaya, karena tanpa konsep dan mekanisme yang jelas, dana talangan menjadi rawan moral hazard, maka pelaksanaannya perlu dikawal oleh lembaga pengawasan,” ujarnya.

Deddy juga menyarankan pemerintah untuk lebih dulu memitigasi risiko. Salah satunya pemerintah harus membuka skema dana talangan kepada publik agar menjadi bahan diskursus.

“Selain itu perlu segera membentuk tim pengawasan dan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Jaksa Agung,” katanya.

Harapannya, PEN diberikan kepada BUMN yang mempunyai tata kelola bagus dan untuk hajat hidup orang banyak bukan perusahaan yang rugi karena manajemennya buruk. Sebagai contoh, Garuda Indonesia termasuk dalam program PEN mempunyai utang jatuh tempo senilai USD 500 juta pada Juni 2020 selain beban lain yang berisiko tinggi bagi keberlangsungan usaha.

Lebih lanjut, Deddy juga menuturkan, Dana talangan seharusnya tidak digunakan untuk menambal kesalahan masa lalu, tapi menunjang keberlangsungan bisnis yang sehat. Maka sesuai dengan prinsip “sharing the pain” sebagaimana ditekankan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan sebaiknya mengambil opsi penambahan modal sehingga semua pemegang saham memiliki tanggung jawab dan risiko yang sama.

Pemerintah juga, lanjutnya, harus menyusun kriteria dan syarat yang jelas, terukur, dan akuntabel sebagai dasar pemberian PMN dan dana talangan kepada BUMN. Harus dilakukan analisis mendalam terhadap kondisi kesehatan BUMN. Sehingga zero tolerance pada moral hazard.

“Selain itu, perlu dibuat proyeksi bisnis yang terukur demi menjamin pengembalian dana pemerintah,” tuturnya.

Karena sudah selayaknya pelaksanaan PEN secara keseluruhan itu tetap berpegang teguh pada keadilan sosial dengan menerapkan kaidah kebijakan kehati-hatian, tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel.

“Ini demi mendukung pelaku usaha, dan tidak menimbulkan moral hazard. PEN juga jangan sampai menjaring angin (sia-sia) dan mengulang kegagalan sejarah, sekadar menjadi kuda tunggangan para petualang dan pembonceng gelap,” pungkasnya.

Diketahui, Pemerintah telah menganggarkan program PEN sebesar Rp 589,65 triliun. Program itu dapat dilaksanakan melalui penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan.

Salah satu sasaran PEN adalah badan usaha milik negara (BUMN). PEN dialokasikan kepada BUMN sebesar Rp 52,57 triliun atau sekitar 8,8 persen dari total PEN.

Anggaran PEN untuk BUMN ini dialokasikan dalam bentuk subsidi listrik Rp 6,92 triliun, bantuan sosial logistik/pangan/sembako Rp 10,5 triliun, Penjaminan Modal Negara (PMN) untuk empat BUMN total Rp 15,5 triliun dan dana talangan untuk modal kerja bagi lima BUMN total sebesar Rp19,65 triliun.

Diposting 17-06-2020.

Dia dalam berita ini...

Deddy Yevri Hanteru Sitorus

Anggota DPR-RI 2019-2024
Kalimantan Utara