Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid atau Gus Jazil mengaku prihatin dengan kondisi pesantren di tengah pandemi Covid-19. Terlebih, bila dikaitkan dengan minimnya perhatian pemerintah terhadap pondok pesantren.
Gus Jazil menilai, hal itu akan mengancam generasi bangsa. Sebab, jika pondok pesantren banyak yang tutup karena tidak bisa mencukupi kebutuhan operasional, akan banyak generasi muda yang kehilangan asupan pendidikan agama.
"Bisa dibayangkan. Pondok pesantren yang selama ini mencerdaskan anak bangsa, tutup karena tak sanggup untuk melanjutkan poses belajar mengajar. Karena itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, segera turun tangan melihat langsung apa yang terjadi di pesantren saat pandemi Covid-19. Selama ini, pesantren itu seperti anak ayam yang kehilangan induk. Pesantren dianggap tidak penting dan bisa hidup sendiri, sehingga tidak diperhatikan sama sekali," ujar Gus Jazil, usai mengunjungi beberapa pesantren di Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (27/6).
Politikus PKB itu menilai, Menteri Agama saat ini tidak memiliki sensitivitas untuk membantu pesantren. "Melihat anggaran yang ada, sepertinya tidak ada niatan untuk membantu dunia pendidikan pesantren. Jangan hanya melihat pondok pesantren di kota yang besar dan megah. Coba cek ke daerah-daerah, khususnya di pelosok. Banyak pesantren yang sudah mau tutup," tandasnya.
Padahal, lanjut Gus Jazil, pesantren memiliki latar belakang melayani masyarakat tak mampu. "Jadi, ini yang harus jadi fokus pemerintah. Pesantren jangan dibiarkan hidup seperti rumput alang-alang. Sampai saat ini, tidak ada tuh pesantren yang ditanya berapa kerugian akibat pandemi. Nasib guru, ustadz, kyai bagaimana? Itu sama sekali tidak menjadi perhatian serius," urainya.
Sebelumnya, Gus Jazil juga menyoroti perhatian pemerintah di sektor pendidikan selama pandemi, yang dinilainya masih kurang.
Dia mencontohkan anggaran untuk kegiatan pendidikan keislaman seperti pesantren, yang hanya dialokasikan sebesar Rp 2,3 triliun di era kenormalan baru. Alokasi tersebut dinilai sangat kecil, dibanding jumlah pesantren yang disebutnya mencapai 28 ribu.
Sebelumnya, Gus Jazil juga menyoroti perhatian pemerintah di sektor pendidikan selama pandemi, yang dinilainya masih kurang.
Dia mencontohkan anggaran untuk kegiatan pendidikan keislaman seperti pesantren, yang hanya dialokasikan sebesar Rp 2,3 triliun di era kenormalan baru. Alokasi tersebut dinilai sangat kecil, dibanding jumlah pesantren yang disebutnya mencapai 28 ribu.
"Pendidikan jarak jauh (virtual) itu apakah efektif? Terus bagaimana yang tinggal di daerah jauh, kan akses internetnya nggak bagus. Jadi, anggaran Rp 2,3 triliun itu harus ditambah," Anggaran itu kecil sekali. Apalagi untuk lembaga pendidikan agama Islam yang lain," tambahnya.