Sejumlah Pondok Pesantren secara bertahap telah memulai kembali aktivitasnya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat kepada santrinya, untuk mengurangi potensi penularan virus Covid-19. Pengecekan kesehatan kepada santri yang baru datang di asrama juga dilakukan. Kebijakan protokol kesehatan di Ponpes pun beragam. Ada yang mewajibkan santrinya membawa surat keterangan dokter dan rapid test saat kembali.
Selain itu, ada juga yang memberlakukan kewajiban karantina mandiri selama 14 hari di rumah masing-masing sebelum kembali ke Ponpes. Mengingat pentingnya hal tersebut, Anggota Komisi IV DPR Ema Umiyyatul Chusnah meminta Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program jaminan protokol kesehatan, sosialisasi dan edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), serta program pemberdayaan di lingkungan Ponpes.
"Kami meminta kepada Pemerintah untuk memberikan jaminan protokol kesehatan bagi para santri yang mulai kembali ke pondok dan memulai kembali aktivitasnya. Hal itu dapat berupa adanya bantuan hand sanitizer, disinfektan ataupun masker bisa dialokasikan untuk pondok-pondok pesantren yang sudah mulai aktif. Meskipun sudah aktif, proses kegiatan belajar mengajar tetap memberlakukan penerapan physical distancing juga perilaku hidup bersih dan sehat," ujar Ema dalam rilis yang diterima Parlementaria, Jumat (26/6/2020).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mengungkapkan adanya program 'eco-Pesantren' dari Pemerintah sangat tepat untuk digencarkan di era new normal saat ini. Eco-Pesantren dapat digunakan sebagai model atau sarana pembelajaran sejak dini di lingkungan pondok pesantren sekaligus sebagai upaya pencegahan, penanggulangan, atau pemulihan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
"Karena berawal dari perilaku dan lingkungan yang bersih, para santri akan terhindar dari bahaya penularan penyakit dan virus. Selain itu hal ini dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab dalam merawat kondisi lingkungan bagi para santri,” ujar Ema. Legislator asal Jombang, Jawa Timur ini juga menilai Eco-Pesantren juga memiliki potensi dampak sosial ekonomi di era new normal.
Melalui pembinaan pemanfaatan teknologi tepat guna dan transfer teknologi para santri bisa dibekali keahlian atau keterampilan khusus sehingga mereka mempunyai nilai plus selain memperoleh ilmu agama yang bisa di aplikasikan di masyarakat setelah lulus nantinya. "Sebagai contoh kegiatan penerapan konsep 3R (reuse, reduce, recycle) di pondok pesantren, ditambah dengan sedikit kreativitas barang-barang tidak berguna diubah menjadi handmade product, sehingga menjadi barang yang bernilai ekonomi,” sambungnya.
Atas dasar itu, Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini juga memberikan masukan agar program pemberdayaan lingkungan pesantren dapat ditingkatkan, sehingga dengan sendirinya ketahanan ekonomi berbasis kearifan lokal dapat terwujud.
"Dalam kesempatan pembahasan RKA-K/L Kementerian LHK Tahun Anggaran 2021 ini saya memberikan masukan agar program-program pemberdayaan masyarakat khususnya pondok pesantren ditingkatkan, untuk memperkuat ketahanan ekonomi berbasis kearifan lokal. Agar dampak sosial-ekonominya terasa, tentu hal ini perlu gerakan masif yang diimplementasikan di seluruh pondok pesantren di Indonesia," tutup Ema.