Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly memastikan, pihaknya belum mengetahui keberadaan tersangka kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra yang disebut tengah berada di Indonesia. Dia menyebut, Kemenkumham sama sekali tidak mengetahui keberadaan Djoko Tjandra.
“Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya, sampai sekarang tidak ada. Kemenkumham tidak tahu sama sekali (Joko Tjandra.) dimana,” kata Yasonna dalam keterangannya, Selasa (30/6).
“Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga. Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada,” sambungnya.
Yasonna meminta agar Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menyampaikan data-data kronologi status DPO Djoko Tjandra dari data yang dimiliki Imigrasi. Hal ini untuk mengetahui keberadaan buronan kasus korupsi tersebut.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyampaikan kronologi Djoko Tjandra, yang masuk daftar pencegahan dan DPO. Menurutnya, pada 24 April 2008 KPK meminta agar Djoko Tjandra dicegah keluar negeri selama enam bulan.
“Red notice dari Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra pada 10 Juli 2009,” ujar Arvin.
Kemudian pada 29 Maret 2012, terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung yang berlaku selama enam bulan. Selanjutnya, pada 12 Februari 2015 permintaan DPO dari Sektetaris NCB Interpol Indonesia terhadap Djoko Tjandra alias Joe Chan yang disebut telah berpindah kewarganegaraan menjadi Warga Negara Papua Nugini.
“Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri,” ujar Arvin.
Arvin menuturkan, pada 5 Mei 2020, ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak 2014. Karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI.
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020. Kemudian pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung RI. Sehingga nama yang bersangkutan dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO,
“Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen tidak ditemukan dalam data perlintasan,” tukas Arvin.
Untuk diketahui, Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan agar Djoko dibebaskan dari tuntutan, karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Tak puas putusan hakim, Kejaksaan Agung mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Bahkan, uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar harus dirampas negara. Imigrasi kemudian mencegah Djoko keluar negeri. Namun, Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan kemudian menetapkan Djoko sebagai buronan.