Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar/Narasumber, Selasa (30/6/2020). Adapun, pakar tersebut yaitu Profesor Kacung Marijan (Universitas Airlangga), Topo Santoso (Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Titi Anggraeni (Perludem) dan Prof. Dr. Siti Zuhro dan Dr. Nur Hasyim (LIPI).
Pada rapat yang digelar secara fisik dan virtual tersebut, Anggota Panja RUU Pemilu Komisi II DPR RI Hanan A. Rozak mengingatkan, seluruh pasal yang akan dirancang dalam RUU Pemilu hendaknya tetap berpedoman dan berlandaskan kepada UUD 1945. Sehingga, ungkap politisi Fraksi Partai Golkar tersebut, jika sudah disebutkan dalam UUD 1945 maka tidak bisa membuat aturan-aturan lain.
“Di UUD 1945, penggunaan istilah Pemilu itu hanya ada untuk pemilihan Anggota DPR, DPD, DPRD dan Presiden. Sedangkan, untuk memilih Bupati, Walikota dan Gubernur tidak menggunakan istilah Pemilu. Tetapi, dipilih secara demokratis. Selain itu, di UUD 45 jelas disebutkan bahwa calon Presiden itu dicalonkan oleh partai di Pemilu sebelumnya. Ini jelas disebutkan di UUD 45. Sehingga, kita tidak bisa membuat aturan-aturan lain. Jadi, semua yang akan dirancang kita kembalikan ke UUD 45. Saya hanya ingin ingatkan ini saja,” tandasnya.
Sehingga, sambung Hanan, peluang usulan lain adanya wacana pemilu nasional dan pemilu lokal terkait dengan pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, hal ini juga harus mengacu pada istilah yang disebutkan dalam UUD 1945 yakni dipilih secara demokratis. “Nah, ini kemudian yang perlu diterjemahkan lebih lanjut. Diperjelas, bahwa apakah demokratis ini dipilih secara langsung atau dipilih secara bagaimana,” pungkasnya.