Penunjukan Hadi Prabowo sebagai Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dipersoalkan anggota Komisi II DPR.
Keputusan pengangkatan Hadi dinilai tidak selaras dengan Permendikbud. Di sisi lain, Hadi juga dianggap kurang kompeten untuk memperbaiki kondisi IPDN yang menurut anggota dewan saat ini dipenuhi pelanggaran. Mulai dari perilaku kekerasan, peredaran narkoba hingga aborsi.
Anggota Komisi II DPR Junimart Girsang mempersoalkan keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, lantaran tidak selaras dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
“Jadi, walau pengangkatan dan penetapan jabatan rektor (IPDN) hak Mendagri, tapi Pak Mendagri mungkin lupa ada Permendikbud yang harus selaras fungsi dan tugas Mendagri dalam hal mendudukkan seorang rektor,” kata Junimart dalam rapat kerja bersama Mendagri Tito Karnavian di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut Junimart mengatakan, banyak masalah yang muncul di IPDN saat ini terjadi lantaran para pengasuh, pendidik hingga pejabat rektorat IPDN-nya kurang kompeten.
Lantaran itulah muncul perilaku kekerasan, peredaran narkoba, hingga terjadinya aborsi oleh Praja IPDN.
Dari poin penilaian inkompetensi ini, Junimart lantas meminta agar Kemendagri melakukan kroscek terhadap proses penyelesaian pendidikan doktoral Rektor IPDN, Hadi Prabowo yang hanya menempuh masa 17-18 bulan.
Padahal, menurut Junimart, tak lazim program doktor bisa dituntaskan dalam 18 bulan.
“Jadi bagaimana ceritanya ini. Kemudian rektor sekarang itu dulu menjabat ganda. Itu melanggar Undang-Undang ASN. Jadi, tolong digali ini. Bagaimana mungkin IPDN bisa melahirkan praja-praja (yang kompeten), sementara IPDN dalam tanda petik dipimpin oleh seorang rektor yang tidak kapabel. Tidak memenuhi syarat,” imbuhnya.
Selain itu, dia juga tidak habis pikir dengan adanya informasi yang menyebutkan ada pengasuh yang menekan para praja untuk menarik setoran-setoran dari praja.
Junimart meyakini, informasi yang diterimanya ini benar, lantaran dia memperolehnya dari saudaranya yang sekarang tengah ikut pendidikan IPDN yang mengaku dipaksa oleh pengasuh untuk menyetorkan uang.
“Kalau Pak Mendagri tidak bisa selesaikan, saya usul supaya kita bentuk Pansus atau Panja khusus IPDN. Saya kira ini menjadi tugas tambahan Pak Menteri, supaya tidak terulang. Jangan sampai, Praja-Praja yang kita harapkan bisa menjadi calon-calon pemimpin ini sudah rusak di awal,” katanya.
Menanggapi itu, Mendagri Tito Karnavian awalnya mempersilakan Rektor Hadi Prabowo menjelaskan persoalan di IPDN.
Tito memastikan dia telah memberikan arahan kepada Hadi. “Untuk masalah IPDN nanti saya mempersilakan Pak Hadi untuk menjelaskannya,” ujar Tito.
Hadi yang saat rapat kerja duduk tepat disamping Tito dipersilakan memberikan penjelasan secara detail mengenai persoalan IPDN. Namun baru beberapa menit Hadi memberi penjelasan Tito keburu memotongnya.
Tito mengatakan, masalah pendidikan di IPDN ini butuh penjelasan yang sangat panjang. Sehingga tidak bisa hanya di dalam rapat kerja Komisi II ini saja. Setidaknya, ada empat komponen penting dalam sistem pengajaran di IPDN yang harus dibahas. Seperti tenaga pengajar, mahasiswa, kurikulum, hingga fasilitas pendidikan.
“Kalau diuraikan, panjang sekali. Kalau ada, waktu mungkin Komisi II berkunjung spesifik. Yang tertarik dengan IPDN, mari kita bahas di sana,” katanya.
Soal adanya kekerasan, aborsi dan setoran, dia memastikan tak ada toleransi terhadap perilaku tersebut. Kepada para pelaku, dia memastikan akan diseret ke pidana.
“Karena hanya itu efek jera untuk mengatasi masalah tersebut. Tapi perbaikan kampus, dan lainnya saya sarankan Bapak Pimpinan (Komisi II) kalau teman-teman tertarik mari bahas khusus,” tandasnya.
Selang tak berapa lama, Politikus Nasdem Saan Mustopa, yang saat itu bertindak sebagai pimpinan sidang pun langsung melanjutkan membaca kesimpulan rapat dan menutupnya.
Alhasil, hingga akhir rapat, Rektor IPDN Hadi Prabowo tak mendapat kesempatan panjang untuk mengklarifikasi tudingan.