Pemerintah terus mendorong pengembangan industri kelapa sawit yang semakin ramah lingkungan seiring dengan komitmen untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.
Hal ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan energi terbarukan, serta pelestarian lingkungan hidup.
Untuk mendukung hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin meminta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk meningkatkan pengelolaan dana dalam rangka pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas strategis nasional karena menjadi andalan ekspor nonmigas serta mampu menyerap tenaga kerja. Namun, hilirisasi kelapa sawit masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan seperti rendahnya produktivitas kebun, keterbatasan sarana prasarana, kurangnya diversifikasi
produk turunan, hingga persoalan lingkungan. Di sinilah peran BPDPKS dalam pengelolaan dana perkebunan sawit perlu lebih dioptimalkan untuk mengatasi persoalan tersebut,” ungkap Puteri melalui pesan singkatnya, Senin (20/07/2020).
BPDPKS merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang bersumber dari penerimaan pungutan atas ekspor, penerimaan pengelolaan dana, serta penerimaan lainnya.
Dana perkebunan kelapa sawit ini digunakan untuk kepentingan pengembangan sumber daya manusia, penelitian, promosi, peremajaan, sarana dan prasarana, kebutuhan pangan, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel.
Terkait kinerja BPDPKS, Puteri turut menyoroti akuntabilitas pengelolaan dana Program Peremajaan Sawit Rakyat (replanting) yang dinilai belum sepenuhnya sesuai tujuan, sebagaimana dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK RI menemukan identitas penerima dana yang tidak valid, kurangnya analisis mengenai profil pekebun, hingga penggunaan dana yang butuh pertanggungjawaban," katanya.
Selain itu, Puteri menuturkan BPDPKS juga tidak melakukan pengawasan dan evaluasi yang memadai terhadap lambatnya penyerapan dana.
"Atas temuan tersebut, BPDPKS perlu segera menindaklanjuti serta membenahi tata kelola dan koordinasi yang erat antar pemangku kepentingan, sehingga manfaat Program Peremajaan Sawit Rakyat tepat sasaran,” tuturnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI bersama BPDPKS pada Rabu (15/7) lalu.
Berdasarkan data BPDPKS, penyaluran dana peremajaan sawit rakyat telah mencapai total luas lahan 142.491 ha selama periode tahun 2016 hingga Juni 2020.
Namun, total persentase dana yang tersalurkan baru sekitar 45,86 persen dari total anggaran senilai Rp3,58 triliun, pasalnya, Presiden telah menargetkan program peremajaan untuk mencapai 500.000 ha lahan selama tiga tahun ke depan.
Untuk itu, Puteri mendorong percepatan pelaksanaan progam yang disertai dengan dukungan bibit unggul dan bantuan pupuk sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.
Tentunya, program peremajaan ini juga perlu disinergikan dengan program lain seperti pengembangan SDM, penelitian, promosi, dan dukungan infrastruktur guna meningkatkan daya saing komoditas di tingkat global.
Menutup keterangannya, Puteri menilai keberhasilan dalam peremajaan perkebunan sawit rakyat turut mendukung ketersediaan bahan baku untuk pengembangan program Mandatori Biodiesel.
Hal ini dikarenakan pemanfaatan biodiesel juga dapat mendorong permintaan terhadap minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) domestik sehingga memberikan efek pengganda terhadap serapan hasil kebun petani lokal dalam sistem tata niaga.
“Selama lima tahun terakhir, pemerintah terus mendorong pemanfaatan biodiesel sebagai campuran bahan bakar minyak solar secara bertahap. Saat ini, pemerintah pun menargetkan untuk pengembangan B30," tandasnya.
Namun, menurut Puteri pemerintah perlu merumuskan peta jalan (roadmap) yang jelas dan terintegrasi atas pengembangan kebijakan tersebut untuk memastikan manfaat ekonomi dirasakan dari hulu hingga ke hilir.
"Terlebih, perkebunan yang telah diremajakan tentunya dapat meningkatkan produktivitas sehingga berpotensi mendukung pasokan untuk pengembangan energi lanjutan B30 menjadi biofuel lainnya. Dengan demikian, diharapkan upaya untuk mencapai kemandirian energi nasional pun dapat terwujud,” tutupnya.