Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mendorong PT Phapros berkontribusi dalam peningkatan produksi obat-obatan, vitamin dan suplemen nasional dalam penanganan pandemi Covid-19. Ia menekankan pentingnya kedaulatan kesehatan negara yang masih tertinggal cukup jauh dengan negara maju.
Hal tersebut diungkapkannya ketika memimpin kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ke PT Phapros di Semarang Jawa Tengah, Rabu (22/7/2020), sebagai tindak lanjut dari rapat-rapat kerja Komisi VI DPR RI yang lebih mencermati peran dari BUMN Farmasi dalam kaitannya memberikan kontribusi penanganan pandemi Covid-19. Kunjungan ini turut dihadiri Komisaris Utama PT Kimia Farma Untung Suseno Sutarjo, Dirut PT Kimia Farma Verdi Budidarmo, Dirut PT. Phapros, Hadi Kardoko.
Aria Bima mengatakan, Komisi VI DPR RI sepakat dengan Menteri BUMN Erick Thohir, bahwa salah satu roadmap daripada Kementerian BUMN empat tahun kedepan ini adalah bagaimana kemandirian kesehatan, baik menyangkut masalah obat-obatan, vitamin dan alat kesehatan bisa berdaulat.
“Pandemi Covid-19 menggugah kita untuk bagaimana BUMN menjadi leader (pemimpin) dalam pemenuhan bahan baku farmasi. Komisi VI mendukung kerja sama PT Phapros dengan pengusaha lokal dalam memenuhi kebutuhan bahan baku. Semangat BUMN Farmasi dalam menghadapi pandemi Covid-19 khususnya Phapros di bawah holding Kimia Farma untuk memajukan industri farmasi nasional. Kita akan mempunyai perusahaan farmasi nasional yang bisa dibanggakan untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional bahkan ekspor,” paparnya.
Dengan holding farmasi, diharapkan antara riset dan development bisa berjalan beriringan antara Phapros, Kimia Farma, Indo Farma, Bio Farma bisa menjadi lembaga riset yang dibiayai bersama-sama. Pemerintah harus mensinergikan antara Kementerian Kesehatan, BUMN, Perguruan Tinggi dalam proyek-proyek riset untuk mendukung pengembangan holding farmasi kita. Jadi bukan soal bahan bakunya yang sulit tapi risetnya yang mahal untuk menemukan jenis bahan baku obat yang dibutuhkan oleh industri farmasi nasional.
Ia menambahkan, riset dan development untuk menemukan berbagai macam jenis bahan baku obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan lokal (hutan) maupun laut membutuhkan dukungan anggaran yang cukup besar. “Kita memiliki sumber daya alam yang sangat besar tapi belum dimanfaatkan secara maksimal karena ketergantungan kita dengan bahan baku obat impor yang dahulu kita hitung lebih murah ketimbang harus memproduksi sendiri," ucap Aria Bima.
Politisi dapil Jawa Tengah V ini mendorong industri farmasi nasional untuk lebih banyak memanfaatkan bahan baku lokal meskipun harganya mungkin lebih mahal dan tidak kompetitif dibandingkan bahan baku impor. Tetapi dengan keberpihakan kepada sumber daya alam nasional diharapkan jangka panjang akan menjadikan industri farmasi nasional lebih mandiri bahkan bisa ekspor.
Sementara itu, Dirut PT Phapros Hadi Kardoko menjelaskan di masa Pandemi Covid-19, PT Phapros sudah memproduksi dan mendistribusikan vitamin A, C, E, handsanitizer, disinfektan, masker, serta edukasi kesehatan bagi masyarakat menengah ke bawah. "Sebagai bentuk keperdulian jajaran direksi, dana THR (Tunjangan Hari Raya) komisaris dan direksi PT. Phapros pada lebaran lalu disalurkan untuk bantuan sosial. Sedangkan community development mencapai Rp 1,9 miliar untuk bantuan sosial selama masa pandemi," papar Hadi.
Ia juga menjelaskan, impor bahan baku industri farmasi nasional saat ini mencapai sekitar Rp 20-25 triliun pertahun. Pemenuhan bahan baku industri farmasi yang sintesis inilah yang masih diperlukan impor. Sementara bahan baku farmasi herbal, lanjutnya, ketersediaan cukup melimpah di Indonesia.
Turut serta dalam Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Adisatrya Suryo Sulisto, Mufti Anam dan Gilang Dhiela Fararez (F-PDI Perjuangan), Nusron Wahid dan Singgih Januratmoko (F-Golkar), Khilmi (F-Gerindra), Siti Mukaromah dan M. Toha (F-PKB), Amin AK (F-PKS) serta Achmad Baidhowi (F-PPP).