Anggota Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengecam insiden penusukan yang menyasar Syeikh Ali Jaber ketika melakukan safari dakwah di Lampung. Menurutnya, kekerasan terhadap tokoh agama merupakan serangan terhadap konstitusi sekaligus wujud pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Pasal 28E ayat (1) dan 29 ayat (2) UUD 1945 merupakan dasar hukum yang menjamin setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat sesuai agamanya. Sementara, kedudukan negara adalah untuk menjamin kemerdekaan setiap warganya atas hal-hal tersebut," seru Bukhori dalam rilisnya, Senin (14/9/2020).
Selanjutnya, dalam Pasal 28G UUD 1945 turut mengatur jaminan hak bagi setiap orang untuk memperoleh perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap warga negara yang dijamin dalam konstitusi tersebut mencakup siapapun tanpa terkecuali, termasuk tokoh agama, sambungnya.
Menurut data Bareskrim Polri pada 2018, terdapat 21 peristiwa kekerasan dengan korban tokoh agama. Kasus tersebut diantaranya terjadi di Aceh, Banten, DKI Jakarta, Yogyakarta, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur. Sementara di Jawa Barat menjadi wilayah dengan kasus terbanyak, yakni 13 kasus, ungkap politisi PKS tersebut.
Selain itu, lanjut Bukhori, tindakan kekerasan tersebut tidak hanya menimbulkan luka cedera yang parah, tetapi sampai berakibat pada kematian sebagaimana menimpa Ustaz Prawoto (Pengurus Ormas Islam Persis) di Bandung yang dianiaya hingga tewas. Bukhori menilai insiden kekerasan tersebut menggambarkan bahwa para tokoh agama merupakan kelompok sosial yang sangat rentan dan senantiasa terancam dalam setiap melakukan fungsinya yang sensitif di masyarakat.
Sebab itu, dibutuhkan rencana aksi yang sistematis untuk melindungi mereka. Pasalnya, eksistensi mereka sangat strategis dalam memberikan pemahaman kerukunan umat beragama terhadap masyarakat Indonesia yang heterogen. “Kondisi ini menandakan semakin daruratnya perlindungan terhadap tokoh agama. Padahal, para tokoh agama ini berhak memperoleh perlindungan dari tindakan persekusi, kekerasan fisik, maupun nonfisik, bahkan ancaman hukum saat melakukan perannya dalam menyampaikan ajaran agama," desaknya.
Meskipun demikian, kondisi peraturan dan perundang-undangan yang ada saat ini belum memadai untuk memberikan perlindungan kepada para tokoh agama sehingga tindakan persekusi maupun kekerasan terhadap mereka acapkali berulang, katanya. Oleh sebab itu, legislator dapil Jawa Tengah I ini menilai perlindungan terhadap tokoh agama harus segera diwujudkan secara serius melalui penyediaan perangkat hukum yang memadai untuk mengantisipasi insiden yang berulang.
“Secara yuridis, sebenarnya terdapat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tokoh agama seperti UU No.1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama dan KUHP. Akan tetapi, peraturan tersebut belum mengatur secara komprehensif terkait perlindungan terhadap tokoh agama. Kami harap, dalam waktu dekat bisa segera merumuskan strategi yang lebih komprehensif untuk melindungi para tokoh agama," pungkasnya.