Anggota Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa mempertanyakan sanksi larangan terbang dari Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji. Alasannya maskapai maskapai penerbangan itu mengangkut penumpang positif COVID-19. Padahal, keputusan membuka atau menutup rute adalah wewenang pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
”Kejadian ini sangat kita sayangkan. Pemberian sanksi dari Gubernur Kalbar itu jelas menabrak peraturan Menteri Perhubungan. Sebab pemberian sanksi administratif menjadi kewenangan Menteri Perhubungan,” ujar Nurhayati kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/9).
Menurut Nurhayati, sanksi sepihak ini sangat merugikan maskapai penerbangan yang tengah berusaha bangkit pada masa pandemi COVID-19. Ia juga mengingatkan tugas maskapai hanya mengantar penumpang sampai tujuan dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Karena itu seharusnya, sanksi atau teguran juga diberikan kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan pengelola bandar udara.
Sebab, kata dia, penumpang melewati pemeriksaan berlapis, mulai dari persyaratan dokumen hasil uji kesehatan COVID-19 oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan pemeriksaan keamanan oleh petugas aviation security pengelola bandar udara.
“Jika semua sudah terpenuhi, maskapai hanya bertugas mengangkut penumpang yang sudah memenuhi ketentuan dimaksud ke kota tujuan,” paparnya.
Lebih lanjut, politikus PPP itu menilai kebijakan Gubernur Kalimantan Barat tidak tepat. Karenanya, Komisi V DPR RI akan segera menindaklanjuti polemik ini dengan memanggil jajaran Kementerian Perhubungan. Aturan membuka atau menutup rute penerbangan adalah wewenang pemerintah pusat melalui Kemenhub.
“Seharusnya yang paling benar, gubernur melakukan koordinasi dengan pak menhub. Tidak malah membuat suatu keputusan sepihak. Ini sangat berkaitan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional,” tuturnya.
Terpisah, Komisioner Ombudsman, Alvin Lie menilai larangan terbang dari Gubernur Kalimantan Barat bagi maskapai penerbangan yang mengangkut penumpang positif COVID-19 salah sasaran dan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah daerah.
Alvin menyatakan maskapai hanya mengangkut penumpang yang telah lolos verifikasi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Tanpa lampu hijau dari unit kerja tersebut, penumpang tidak diizinkan terbang.
Larangan terbang, menurut Alvin, tak adil baik bagi maskapai maupun bagi calon penumpang yang telah memesan tiket. Dia menyatakan perusahaan dapat mengajukan gugatan kepada Ombudsman terkait dengan tindakan pemerintah daerah yang sewenang-wenang.
Perusahaan juga dapat menempuh gugatan hukum atas hukuman yang tidak tepat sasaran. ”Gugat saja ke PTUN,” tegas Alvin.
Tidak hanya itu, Alvin meminta pemerintah pusat untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. Dalam hal ini Mendagri Tito Karnavian dapat memberikan teguran terhadap kebijakan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji.
Diberitakan dua maskapai penerbangan dilarang terbang membawa penumpang dari Jakarta ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Larangan terbang selama 10 hari berturut-turut, sejak Sabtu (19/9/2020) sampai Senin (28/9/2020).
Kepala Dinas Kesehatan Kalbar Harisson mengatakan, dua maskapai telah dianggap melanggar Pergub Nomor 110 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.