RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Omnibus Law) rencananya segera akan rampung dalam waktu dekat. Undang-Undang ini akan memberikan berbagai kemudahan kepada masyarakat.
Selain memberikan penyederhanaan dan percepatan proses perizinan usaha di Indonesia, peraturan perundangan ini juga memperluas lembaga pemeriksa halal.
Berdasarkan Omnibus Law ini, pemberian sertifikasi halal dapat dilakukan organisasi masyarakat (ormas) Islam dan perguruan tinggi negeri. Pelaku usaha berskala kecil juga mendapatkan kemudahan dengan pembebasan biaya untuk mendapatkan sertifikasi halal. Ini karena sertifikasi UMKM akan ditanggung oleh pemerintah.
“Sekarang baik NU dan Muhammadiyah bisa membuat sertifikasi Halal. UU ini dibuat untuk kemaslahatan orang banyak. Saya ingin yang terbaik dan adil untuk rakyat,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI M. Ali Taher Parasong dari Fraksi PAN.
Berbagai instrumen kemudahan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam pemberian sertifikasi halal itu sudah melalui banyak proses.
Pembahasan hal tersebut telah meminta pendapat dari berbagai elemen yang disampaikan sejak beberapa bulan lalu. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP Muhammadiyah telah menyampaikan sejumlah poin pikiran terkait RUU Ciptaker itu khususnya di sektor perizinan berusaha bidang keagamaan, yang disebut juga Jaminan Produk Halal (JPH).
PBNU dan Muhammadiyah mendukung desentralisasi sertifikasi halal, atau desentralisasi penetapan kehalalan suatu produk. Tetapi, penetapan halal itu dilakukan oleh lembaga-lembaga kredibel, yang kiprahnya sudah terbukti dan mempunyai kapasitas mengeluarkan pendapat keagamaan.
“Memang kemudian timbul pertanyaan. Apakah hal itu tidak membuka peluang adanya ketidakpastian hukum? Tidak sama sekali. Penetapan halal adalah keputusan profesional sebuah lembaga yang tidak bisa dicampuri lembaga yang lain,” ungkap Ali Taher.
Pengurusan sertifikasi halal juga tidak dilakukan berbelit-belit. Pasalnya, dikhawatirkan akan merepotkan usaha-usaha kecil seperti pedagang gorengan hingga pengusaha warung Tegal.
“Itu juga yang menyebabkan adanya afirmasi kepada pengusaha kecil dan mikro yang diperlukan berbeda dengan usaha menengah dan besar,” tambah Ali Taher.
Dalam pengurusan Jaminan Produk Halal (JPH), usaha kecil dan mikro dalam sertifikasi halal cukup dengan membuat pernyataan kehalalan barang yang diproduksi. Itu saja sudah cukup untuk diberi sertifikat halal.
Ketentuan soal halal diatur dalam Pasal 49 RUU Cipta Kerja. Pasal ini berisi revisi atas beberapa pasal di RUU Jaminan Produk Halal (JPH). Di antaranya, menghapus kewenangan tunggal Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan produk halal.
Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal. Itu tertulis di angka 10, Pasal 49 RUU Ciptaker.
Format RUU Cipta Kerja disusun berdasarkan revisi atas 79 UU yang sudah ada. Ada ketentuan UU yang dihapus, diedit, atau ditambahkan dari 79 UU itu di Omnibus Law Cipta Kerja.