PANJA Tata Kelola Alat Kesehatan Komisi IX DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat pada 1 Oktober 2020 lalu. Panja ini dibentuk dengan tujuan mengevaluasi siklus pengelolaan serta keseluruhan dari pre-market sampai dengan post-market untuk mencapai kemandirian pemenuhan alkes di dalam negeri.
Dalam kunjungannya ke Jawa Timur, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Sri Rahayu mengatakan, meningkatnya kebutuhan alkes belum dapat dipenuhi oleh industri alkes dalam negeri. Berdasarkan data terakhir, 94% alkes yang beredar adalah produk impor.
"Kemudahan keluar masuk barang dalam era globalisasi dan dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa membuat Indonesia menjadi pasar yang menarik untuk masuknya produk impor," katanya seperti dikutip dari laman resmi dpr.
Karena itu, menurutnya pembenahan tata kelola alkes nasional akan menjadi solusi tercapainya kemandirian alkes nasional. Sebab, ketidakmampuan industri nasional dalam memproduksi alkes akan menjadi kelemahan pertahanan kesehatan nasional.
"Hal tersebut sangat tidak sejalan dengan upaya kemandirian nasional terhadap alat kesehatan maupun ketahanan ekonomi nasional," ungkap Rahayu.
Industri alkes dan farmasi sendiri merupakan sektor yang masuk kategori high demend, atas dasar itulah regulasi yang mengatur sektor tersebut sangat dibutuhkan. Adapun peraturan yang mengatur sektor alkes antara lain, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, Inpres Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Kemudian Permenkes Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alkes, termasuk juga dengan diterbitkannya Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penaganan Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19). Terkait dengan penanganan wabah Covid-19 yang sudah pasti terjadi peingkatan kebutuhan terhadap pemanfaatan alat kesehatan dan industri farmasi.
Rendah
Sementara itu, dalam kunjungannya PT Indofarma Tbk di Jawa Barat, Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene menyoroti fakta masih timpangnya ekspor dan impor alkes Indonesia timpang. Ekspor pun didominasi oleh alkes yang bersifat sekali pakai dan berteknologi rendah.
"Sementara untuk impor potensi pasar Indonesia meliputi produk-produk dengan teknologi tinggi. Rata-rata pertumbuhan ekspor alat kesehatan Indonesia mencapai 7,7% sementara pertumbuhan impor untuk alat kesehatan mencapai 12,7%," ucapnya.
Ia menerangkan, pada 2015 lalu ekspor alkes Indonesia mencapai US$676 juta atau setara dengan Rp9 triliun, yang didominasi oleh alat kesehatan yang bersifat sekali pakai. Sementara impor pada 2015 mencapai US$1,28 miliar atau setara dengan Rp17,2 triliun.
"Ekspor alat kesehatan Indonesia didominasi oleh alat kesehatan yang bersifat disposable atau sekali pakai. Sarung tangan medis berkontribusi sebesar 36,3% dari total ekspor alat kesehatan Indonesia,” papar Felly.
Felly melanjutkan, adapun produk yang menyumbang porsi ekspor terbesar lainnya adalah produk lensa kontak dan sejenisnya yang berkontribusi sebesar 13,4% serta pembalut dan sejenisnya sebanyak 13% dari total ekspor alat kesehatan.
Sedangkan impor alat kesehatan Indonesia didominasi oleh alat operasional digital dan portable mencapai 16,5% dari total impor alat kesehatan Indonesia. Kontribusi lainnya berasal dari produk alat kesehatan lain non-elektronik (7,2%), disposable sanitary towel (6,9%), peralatan kesehatan elektronik (5,7%), serta reagen dan preparat untuk laboratorium (5,3%).