Partai Amanat Nasional (PAN) menyarankan kepada serikat pekerja untuk mempelajari pasal-pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja. PAN meminta warga untuk tidak membuat aksi yang menimbulkan kerumunan.
"Bahwa masyarakat itu memang diberikan kebebasan untuk menyampaikan aspirasi secara terbuka di publik. Dalam situasi COVID seperti ini penyampaian aspirasi itu mungkin bisa dilakukan dalam bentuk yang lain," kata Ketua DPP PAN, Saleh Pertaonan Daulay kepada wartawan, Selasa (6/10/2020).
"Mengingat peningkatan orang yang terpapar COVID-19 di beberapa kota di Indonesia itu adalah fakta yang nyata, termasuk juga di Jakarta. Jadi ya kita mengimbau untuk masyarakat menahan diri untuk tidak datang membawa massa dan kerumunan yang berlebihan yang menimbulkan ancaman penyebaran virus," sambungnya.
Saleh menyadari banyak pihak yang tidak puas dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Dia menegaskan tidak semua aspirasi masyarakat bisa ditampung dalam UU Cipta Kerja.
"Banyak yang tidak puas pengesahan RUU tersebut, tentu tidak semua aspirasi bisa semuanya diakomodir, dan karena itu jika ada klausul-klausul pada pasal-pasal UU tersebut yang dinilai bertentangan dengan hak konstitusional warga negara itu bisa digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Prosedurnya tetap sama saja, malah justru keputusannya final dan mengikat, langsung ada penggantian pasal atau penghapusan pasal juga. Dan itu keputusan final dan mengikat," tuturnya.
Lebih lanjut, anggota Komisi IX DPR RI ini meminta buruh untuk mempelajari UU ini. Apabila tidak puas dengan pasal dalam UU ini, Saleh mempersilakan buruh untuk menggugat ke MK.
"Tetapi dari semua itu teman-teman buruh coba dulu dipelajari lagi pasal-pasal yang berkenaan dengan ketenagakerjaan nanti di situ akan kelihatan mana yang perlu dituntut lagi, mana diperbaikin lagi mana jadi aspirasi yang harus dikeluarkan. Karena banyak juga pasal yang sudah dianggap mengakomodir kepentingan para tenaga kerja," katanya.
Saleh menyebut unjuk rasa tidak bisa mengubah UU yang telah diketok pada Senin kemarin. Sehingga salah satu jalan yaitu dengan melakukan gugatan ke MK.
"Sama saja kalau mereka unjuk rasa di luar apa masih bisa merubah yang sudah diketok itu. Kan tetap tidak bisa, yang bisa merubah adalah itu tadi judicial review. Atau melakukan amandemen lagi UU itu. Kalau tiba-tiba demo segala macam kan belum terarahkan, maksudnya itu biar terarah, bukan berarti dilarang, silakan sampaikan tetapi harus tetap berada pada aturan protokol kesehatan untuk keselamatan dan keselamatan semua pihak," tandasnya.
Untuk diketahui, serikat pekerja melakukan aksi unjuk rasa yang bertajuk mogok nasional buntut pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja. 32 serikat buruh akan mogok nasional mulai hari ini hingga tanggal 8 Oktober mendatang.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/10).