DPRD DKI Jakarta menengarai terjadi kebohongan publik dalam penerimaan dana perimbangan dari minyak bumi dan gas bumi. Pasalnya, pencatatan antara LPKJ Gubernur Fauzi Bowo 2010 dengan surat Direktorat Dana Perimbangan Kemenkeu RI memiliki perbedaan yang mencolok.
Ketua Komisi C (bidang anggaran) DPRD DKI Ridho Kamaludin mengatakan, perbedaan itu kemungkinan karena salah pencatatan. Bila hal itu terjadi, APBD DKI tahun 2010 terdapat kekeliruan dalam penerimaan bagi hasil bukan pajak. “Kalau kurang jumlahnya, bisa saja karena tidak dimasukkan. Tapi kenyataannya justru berlebih. Dari mana asal uang itu,” ujar dia kepada INDOPOS (JPNN Group), Selasa (19/4).
Perbedaan catatan penerimaan itu menimbulkan selisih anggaran sebesar Rp 26 miliar. Yakni data transfer hasil minyak bumi di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI untuk minyak bumi Rp 115.125.869.871 dan gas bumi Rp 22.338.509.300. Sementara dalam LKPJ Gubernur Fauzi Bowo tahun 2010, minyak bumi Rp 98.063.012.071 dan gas bumi Rp 39.401.367.100.
Sedangkan catatan berdasarkan surat Direktorat Dana Perimbangan Kemenkeu RI Nomor 5-78/PK.2/2011 dan ditandatangani oleh Direktur Pramudjo, bagi hasil minyak bumi Rp 91.515.304.455 dan gas bumi Rp 19.879.561.618. “Aturan penyusunan APBD, dana yang ditransfer oleh kementerian keuangan seharusnya pas,” tandas Rido.
Politisi asal PPP itu juga menegaskan, rekapiltulasi anggaran dilakukan setiap tahun. Dana transfer yang tercantum di APBD dan LKPJ gubernur 2010 lebih besar dari catatan Direktorat Dana Perimbangan Kemenkeu RI. Anehnya, tidak ada proses pengembalian dana kelebihan transfer kepada pemerintah pusat. “Ini jelas kebohongan publik,” imbuhnya.
Sementara Kepala Bidang Pendapatan BPKD Maulana terkesan ragu-ragu atas penyebab perbedaan pencatatan. “Mungkin saja terjadi kekeliruan pencatatan. Atau mungkin saja karena persoalan waktu transfer yang dilaksanakan per triwulan,” tutur dia.