Dampak pandemi yang luar bisa tak terkecuali menghamtam dunia pendidikan. Pemerintah pun tampak mencari format terbaiknya menghadapi situasi yang tak terbayang sebelumnya. Dunia pendidakan pun diawal-awal pendemi, bahkan sampai saat ini masih tampak kedodoran dalam mengambil kebijakan. Tak terkecuali pendidikan pesantren.
Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum DPP PKB yang juga Panglima Santri mengatakan bahwa dunia pesantren juga terkena imbas dampak pandemi. Proses belajar mengajar di pesantren berhenti, santri dipulangkan, jadwal dan tahapan-tahapan di pesantren berantakan, dan ekonomi masyarakat sekitar pun sekita berhenti.
“Sebuah situasi yang benar-benar mengancam keberlangsungan pendidikan pesantren dan karenanya harus segera dicari terobosan inovatif yang bisa menutup celah itu,” tegas Gus Ami yang kini menjadi sapaan Muhaimin Iskandar, saat peringatan Hari Santri Nasional di Malang Jawa Timur.
Menurutnya, selain perjuangan bidang anggaran untuk pesantren yang selama ini telah dilakukan, salah satu terobosan inovatif yang bisa dilakukan adalah dengan memberi pesantren-pesantren infrastruktur yang memungkinkan mereka untuk tetap bisa menjalankan tradisi pesantren meskipun online.
“Mekanisme online ini saya kira menjadi pilihan yang paling mungkin dilakukan di tengah kondisi yang mengharuskan kita untuk tetap menjaga protokol kesehatan. Pilihan ini harus diambil untuk menghindari lost generation di pesantren,” imbuh Wakil Ketua DPR RI Bidang Kesra ini.
Karena itu, kata Cak Imin, tepat di hari santri ini, PKB meluncurkan sebuah platform digital yakni SantriNet bersama Wakil Ketua Umum DPP PKB Ida Fauziyah. Menurutnya, aplikasi ini adalah terobosan alternatif untuk menutup celah-celah yang selama pandemi tak mungkin dilakukan.
Melalui platform ini, seluruh santri di seluruh Indonesia tetap bisa menjalankan tradisi-tradisi yang selama ini ada di pesantren, khususnya dalam belajar mengajar. Misalnya, santri bisa mengakses dan membaca kitab-kitab, membaca pelajaran-pelajaran pesantren, mulai fiqh, ilmu alat, tafsir, hadis, tarikh, serta ilmu-ilmu lain.
“Tetapi syaratnya harus daftar dulu. Santri harus melek teknologi, ini tak bisa ditawar,” ujarnya
Pilihan membangun infrastuktur teknologi di kalangan pesantren adalah pilihan yang tak terhindarkan saat ini. Pandemi ternyata menyadarkan semuanya bahwa saatnya santri harus mampu merespon dan beradaptasi dengan perubahan global yang begitu cepat.
Menurutnya, dengan jumlah pesantren sekitar 28 ribuan, ditambah santri mukim dan tidak mukim sebanyak 18 juta, dan pengajarnya berjumlah 1,5 juta, adalah modal sosial yang sangat besar yang jika mampu dikelola dengan baik akan mampu menjadi penggerak perubahan bangsa.
“Untuk itu, membangun infrastruktur yang bisa menambal kebuntuan-kebuntuan di masa pandemi adalah keharusan. Dengan ini santri dan pesantren bisa mandiri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Cak Imin mengatakan, santri dan pesantren memang sudah saatnya mampu merespon perubahan-perubahan global tanpa tercerabut dari akar tradisi yang diwariskan para masyayikh. “Itulah yang mampu membentuk karakter santri,” tegasnya.
Saat ini, lanjutnya, di Indonesia terdapat sekitar 175,4 juta pengguna internet. Artinya, 64 persen penduduk Indonesia itu mempunyai akses ke dunia maya. Menurutnya, jika setiap orang mampu mengajak berapa persen saja dari jumlah itu untuk masuk di platform SANTRINET, maka itu sudah ikut berperan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang berlandas pada prinsip-prinsip tawassut, tasamuh, ta’adul serta tawazun sebagaimana terkandung dalam ajaran ahlussunah wal jama’ah (Aswaja).
Menurut politisi asal Jombang itu, satu hal penting ditegaskan bahwa di tengah pandemi dan di era new normal, pesantren tetap harus menjadi garda depan dalam pengembangan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan sebagai pusat peradaban Islam Indonesia.
“Mandat dan amanah ini harus dijaga, dan salah satunya adalah dengan tetap menjaga proses dipesantren tidak terhenti melalui pengembangan infrastruktur teknologi di pesantren,” tegasnya.
Karena itu, peringatan Hari Santri harus menjadi momentum untuk meneguhkan bahwa pesantren sebagai wajah asli Islam Indonesia harus mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan global, temasuk dibidang teknologi. Dialog-dialog agama dan sains dengan tidak tercerabut dari akar tradisi adalah keniscayaan yang tak bisa ditawar.
“Tanpa peran yang nyata, signifikansi pesantren dikhawatirkan akan meredup,” pungkasnya.