Anggota Komisi XI DPR RI Masinton Pasaribu berharap agar vonis hakim pada kasus Jiwasraya mampu merampas semua aset milik Dirut PT Hanson International Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Keduanya terkait dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
“Ada jutaan nasabah Jiwasraya yang menggatungkan hidup dan masa depan mereka di sana. Ini sebisa mungkin bisa dikejar aset rampasan, karena banyak nasabah tradisional Jiwasraya yang berharap masa depannya lebih baik. Tolong ini dilihat, mereka jangan sampai terbengkalai,” kata Masinton dalam agenda diskusi daring yang bertajuk Vonis Maksimal Tersangka Jiwasraya, Kamis (22/10).
Menurut politikus PDIP itu, dalam kasus korupsi keuangan terlebih dengan jumlah yang sangat besar seperti Jiwasraya yang mencapai Rp16,8 triliun, kurungan badan saja dinilai tidak cukup. Selain perlu ada efek jera, dampak sistemik yang dihasilkan pun terasa langsung oleh jutaan masyarakat yang menjadi nasabah.
“Sejauh ini, peradilan kita biasanya cukup dihukuman badan, tapi belum mampu mengejar kerugian korupsi tersebut. Termasuk kepastian bagi para nasabah, keadilan dan kemanfaatan. Penegak hukum harus bisa mengejar kerugian negara sebesar-besarnya,” tegas Masinton.
Skandal besar Jiwasraya, menurut Masinton jadi contoh skema korupsi yang terstruktur, sistematis dan masif. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya orang yang terlibat di beberapa sektor, mulai dari oknum pemerintah dan pengusaha yang mencoba bermain mata melibas aturan.
“Kejaksaan Agung harus mampu melacak ini semua. Ingat, ini ada jutaan nasabah tradisional, pensiunan dan guru yang mereka berharap jaminan dari uang masa tuanya, yang dititipkan di asuransi milik pemerintah.”
Sementara itu, pembicara lainnya Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menilai, aksi bersama-sama antara Bentjok, Heru bersama empat terdakwa yang telah divonis seumur hidup diharapkan akan menjaga integritas hakim berada di jalur yang sama untuk memberika vonis serupa. Namun, adanya pasal tambahan TPPU untuk Bentjo dan Heru sudah jelas perlu menjadi pemberat lain.
“Pemiskinan hingga perampasan aset yang terkait korupsi harus dikejar. Dan sebaiknya setiap ada kejahatan ekonomi, jaksa bisa langsung masuk ke pasal pencucian uang,” papar Yenti.
Diketahui, sebelumnya empat terdakwa yaitu Mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim; Mantan Direktur Keuangan PT AJS, Hary Prasetyo; Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT AJS, Syahmirwan; dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto seluruhnya di vonis seumur hidup, khusus untuk Hendrisman dan Syahmirwan, vonis hakim jauh di atas tuntutan jaksa.
Sedangkan dua terdakwa lain, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat baru akan menerima vonis pada 26 Oktober 2020. Penundaan tersebut dilakukanlantaran keduanya terindikasi posotif Covid-19.
Bentjok dituntut Jaksa Penuntut Umum hukuman seumur hidup dengan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp6.078.50.000.000 dengan ketentuan jika dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Sementara itu Heru Hidayat dituntut pidana pidana penjara seumur hidup dan pidana denda sebesar Rp 5 miliar, subsider selama 1 tahun kurungan dengan perintah supaya terdakwa tetap dalam tahanan. Membayar uang pengganti sebesar 10 triliun 728 miliar 783 juta 375 ribu rupiah (Rp 10,728 triliun).
Jika terdakwa Heru Hidayat tidak membayar uang pengganti paling lama dalam 1 bulan sesudah putusan pengadilan hukum tetap maka harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dalam menutupi uang pengganti tersebut.