Anggota Komisi II DPR RI Nasir Djamil mengatakan bila Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) sebenarnya sudah dibahas sejak tahun 2015.
Akan tetapi RUU tersebut tidak bisa selesai karena ada perbedaan pandangan dan sikap dari fraksi-fraksi yang ada di DPR saat itu.
"Tentu saja perbedaan itu kita maklumi. Sehingga kemudian kita juga tidak untuk saling menyalahkan, tidak saling memojokkan, tidak saling menyudutkan terkait dengan gagalnya rancangan undang-undang ini disahkan dalam periode 5 tahun yang lalu," kata Nasir dalam diskusi legislasi bertajuk "Pro Kontra RUU Minol" melalui siaran virtual di Media Center Parlemen Senayan Jakarta, Selasa, (24/11/20).
Pada periode saat ini, Politisi PKS tersebut menuturkan kalau ia mengajukan inisiasi RUU tersebut bersama beberapa pengusul dari Fraksi PPP dan Gerindra.
"Kenapa, karena fraksi PKS itu kan mengusung tiga langkah. Pertama keumatan, yang kedua kerakyatan, dan yang ketiga ke-Indonesiaan," tuturnya.
Nasir menyatakan bahwa tiga hal ini memang harus diakomodir oleh fraksi PKS di DPR dan ia juga menjelaskan bila masalah minuman beralkohol adalah soal keumatan. "Jadi ormas-ormas Islam, ormas-ormas keagamaan mencoba menyampaikan aspirasi soal ini kepada fraksi DPR," ujarnya.
Menyadari lima tahun yang lalu telah gagal, beber Nasir, sehingga kemudian para pengusul berusaha untuk menyusun naskah akademik, rancangan undang-undangnya.
Nasir membeberkan jika pihaknya sudah dua kali sudah bertemu dengan badan legislasi. Dari pertemuan tersebut, ada dua catatan badan legislasi.
Pertama, tentang tujuan, kejelasan tujuan dari pada rancangan undang-undang ini dan Kedua adalah soal apakah undang-undang ini nanti bisa diterapkan atau bisa diaplikasikan.
"Dari pertemuan atau rapat terakhir dengan badan gislasi, memang ada beberapa fraksi yang belum sama pandangannya, yang secara langsung menyampaikan dukungannya itu di luar PPP, Gerindra dan PKS dan partai amanah Nasional melalui bapak Alie Taher," bebernya.
Politisi asal Aceh tersebut mengungkapkan bahwa sebenarnya rancangan undang-undang minuman beralkohol ini juga sebenarnya ingin mengatur karena selama ini tidak ada undang-undang tentang minuman beralkohol ini yang diatur secara nasional.
"Selama ini undang-undang itu berserakan di beberapa peraturan perundang-undangan. Ada undang-undang tentang kesehatan kemudian juga ada peraturan menteri dan lain sebagainya," ungkapnya.
Menutup pernyataanya, Nasir menyebut bila pihaknya ingin mengumpulkan yang berserakan dan ingin memberikan teladan kepada daerah-daerah yang sudah mendahului DPR, untuk membuat peraturan daerah terkait dengan minuman beralkohol ini.
"Oleh karena itu yang kita atur potensi untuk penyalahgunaannya baik penyalahgunaan dalam mengkonsumsi minuman beralkohol itu, maupun penyalahgunaan dalam peredaran minuman beralkohol sehingga menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat," tutupnya.