Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI ke Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, dipimpin Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan menemukan fakta bahwa Kabupaten Lebak kekurangan 4.698 guru. Dengan rincian tingkat SD kekurangan 3.250 guru, dan SMP kekurangan 1.448 guru.
Fakta tersebut terungkap saat pertemuan Tim Kunspek Komisi X DPR dengan Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi yang turut dihadiri Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Pendopo Kabupaten Lebak di Rangkasbitung, Banten, Jumat (27/11/2020).
Dalam pertemuan tersebut, Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi menyampaikan kondisi pendidikan Lebak saat ini tengah kekurangan guru. Bahwa kebutuhan guru SD sebanyak 6.850, sementara guru SD yang ada sekarang hanya 3.600 guru, sehingga kekurangan 3.250 guru SD. Sedangkan kebutuhan guru SMP 2.846, keadaan guru SMP sekarang yang ada 1.398, sehingga SMP kekurangan 1.448 guru. Ini belum ditambah yang akan pensiun pada tahun 2021.
“Data ini sudah termasuk ditambah dengan honorer. Jadi kalau misalkan guru honorer ini kita cabut, nyaris kita tidak bisa melakukan pembelajaran di sekolah karena gurunya tidak ada. Ini persoalan yang menurut kami sangat serius,” jelasnya.
Dalam pertemuan yang dihadiri seluruh stakeholder pendidikan di Lebak, selain menyampaikan kekurangan guru, Wakil Bupati Lebak ini juga menyampaikan adanya daerah blankspot dan kekurangan sarana komputer. Dari jumlah 773 SD , yang terkoneksi internet sebanyak 658 SD dan blankspot 117 SD. Sementara ketersediaan komputer di SD baru tersedia 720 komputer. Sementara untuk 215 SMP, yang terkoneksi internet 166, dan blankspot 49.
Menurutnya, ini poin-poin penting yang apabila program baru dilakukan, maka nyaris tidak bisa dilaksanakan. Lebih lanjut Ade menjelaskan, menghadapi hambatan tersebut sebagai solusinya dengan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), pertama adalah melaksanakan program Guru Keliling (Guling) dimana anak dikelompokkan dalam jumlah 5 orang dan guru-guru keliling mendatangi anak-anak, ini untuk sekolah yang tidak ada akses internetnya.
Sementara untuk siswa SMP dua kali dalam seminggu datang ke sekolah dan mendapatkan tugas untuk dibawa pulang ke rumah, sehingga tetap ada penyerahan tugas dari guru dan pelaksanaan tugas oleh siswa. “Guru-guru kita walaupun dalam keterbatasan dengan jumlah yang sedikit alhamdulilah dengan cara yang maksimal melaksanaklan tugasnya masing-masing dengan cara luar biasa,” tuturnya.
Ade menegaskan, jika kondisi ini ini dibiarkan secara terus menerus, maka kualitas pelajaran akan merosot. Gurunya kurang, fasilitas kurang memadai, ditambah dengan program-program yang regulasinya berubah-ubah sulit bagi daerah untuk mengikutinya, ini menjadi persoalan.
“Kami mohon, ketika ada regulasi yang dibuat, maka lihatlah secara keseluruhan jangan melihat hanya DKI Jakarta yang segala sisinya sudah full, sementara yang tidak jauh dari Ibukota Jakarta saja seperti Lebak buktinya seperti ini, apalagi yang jauh di luar Jawa seperti apa,” keluhnya. Ia mengharapkan, hal seperti ini menjadi PR dan menjadi catatan bersama terutama Komisi X DPR RI untuk dijadikan masalah ini menjadi pembicaraan yang serius dengan Kemendikbud.