Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menyoroti rencana pengaktifan polisi siber yang diusulkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Menurut Hasanuddin, jika tujuan utama rencana pengaktifan polisi siber untuk mengurangi maraknya peredaran berita bohong dan ujaran kebencian maka hal tersebut patut diapresiasi. "Saya kira secara umum patut diapresiasi. Meskipun demikian, ada dua catatan yang harus diperhatikan," kata Hasanuddin melalui keterangannya, Rabu (30/12/2020). Catatan pertama, kata Hasanuddin, polisi siber ini jangan justru menambah jumlah aktor yang bertanggung jawab dalam keamanan siber.
Karena, Bareskrim Polri sudah memiliki Direktorat Tindak Pidana Siber, bahkan sejak 2019 sudah ada Patroli Siber. "Apakah polisi siber yang dimaksud oleh Menkopolhukam itu berbeda dengan yang sudah ada di Polri? Kemudian, jika memang polisi siber nanti merupakan organisasi baru, seperti apa kedudukan dan hubungannya dengan Kementerian kominfo dan BSSN yang juga punya wewenang menjaga keamanan siber?," ucap politikus PDI Perjuangan ini.
Catatan kedua, lanjut Hasanuddin, di negara manapun mengurangi peredaran berita bohong atau ujaran kebencian tidak cukup hanya dengan menangkap orang. Ia menyarankan pemerintah sebaiknya juga semakin mengintensifkan kampanye atau sosialisasi anti-hoaks secara masif, khususnya ke generasi muda kita.
"Bagaimana pun juga, lebih baik mencegah dari pada hanya mengobati," ujarnya. Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah akan memasifkan kegiatan polisi siber pada tahun depan.
Menurut Mahfud, pemerintah selama ini terlalu toleran menghadapi berbagai informasi tidak benar yang sifatnya mengancam atau merendahkan martabat. "Serangan digital memang dilematis, tetapi kami sudah memutuskan ada polisi siber. Tahun 2021 akan diaktifkan sungguh-sungguh karena terlalu toleran juga berbahaya," ujar Mahfud dalam wawancara khusus bersama Kompas, dilansir pada Sabtu (26/12/2020).
Polisi siber yang dimaksud Mahfud nantinya akan berupa kontra-narasi. Apabila ada kabar yang tidak benar beredar di media sosial, maka akan diramaikan oleh pemerintah bahwa hal itu tidak benar.
Sementara, jika ada isu yang termasuk dalam bentuk pelanggaran pidana maka akan ditindak sesuai hukum yang berlaku. "Sekarang polisi siber itu gampang sekali, kalau misalnya Anda mendapatkan berita yang mengerikan, lalu lapor ke polisi," kata Mahfud. "Dalam waktu sekian menit diketahui dapat dari siapa, dari mana, lalu ditemukan pelakunya lalu ditangkap," tambahnya.