Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) menyampaikan agar DPR dan Presiden mau meninjau kembali soal besaran pengaturan ambang batas pencalonan presiden atau presidensial threshold (PT). Pasalnya hal itu akan menjadi salah satu bahasan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
HNW menuturkan, besaran PT yang sebesar 20 persen yang berlaku saat ini dan sudah dipraktekkan pada Pilpres tahun 2014 dan 2019, telah menimbulkan banyak dampak negatif. Pasalnya, dengan PT yang sangat besar tersebut, pilihan capres yang tersedia semakin terbatas, dan terbukti pada Pilpres 2014 dan 2019 hanya dua pasangan calon yang memenuhi syarat bisa maju dalam Pilpres.
Sehingga, kata HNW, rakyat dipaksa tidak memiliki banyak pilihan, apalagi banyak tokoh-tokoh bangsa yang sangat sebetulnya layak memimpin Indonesia, tapi tidak bisa dimajukan dalam kontestasi Pilpres karena tersandung dengan ketentuan soal Presidensial Treshold.
Selain itu, ada lagi masalah serius yang berdampak panjang dengan hanya dua kandidat maju di pilpres yaitu terjadinya pembelahan di masyarakat sejak dari tingkat rumah tangga hingga ke skala nasional. Kondisi yg dikhawatirkan akan sangat membahayakan keutuhan dan kelanggengan NKRI.
“Hal tersebut terjadi antara lain karena besara PT disepakati di angka yang proporsional,” tegas HNW dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com.
Karena itu, dengan sudah diberlakukannya Pilpres serentak bareng dengan Pileg, maka wajar saja bila Pemerintah dan DPR mempertimbangkan besaran Presidential Treshold yang sesuai dengan Electoral Treshold yang diberlakukan untuk Pileg, yang besarannya pada Pileg 2019 sebesar 4 persen, yang kemungkinan akan naik, tapi tak melebihi 5 persen.
“Dengan semangat seperti ini akan memenuhi harapan Rakyat dan para Tokohnya. Hingga terbuka alternatif calon pemimpin yg lebih banyak, sehingga tidak terjadi mengkebiri kedaualan Rakyat, dan tidak mengulangi Pilpres yang membelah rakyat lagi seperti dalam dua pilpres sebelumnya,” ujar HNW.
Menurut HNW, pengaturan PT sebesar 4 atau 5 persen itu merupakan win win solution, dan solusi proporsional dimana ada pihak yang ingin tetap 20 persen dan ada pihak yang ingin PT dihapuskan sama sekali atau 0 persen. Sebab dengan didukung oleh Partai yg berada di Parlemen dengan minimal 4 persen atau 5 persen kursi, maka Calon Presiden dan Wapres membuktikan bhw dirinya mempunyai dukungan politik yang riil sebagaimana tergambar di Parlemen.
“DPR dan Presiden memang diberi kewenangan untuk mengatur besaran PT itu oleh MK. Namun, hendaknya, pilihan besaran PT yang ditentukan, jangan sampai yang mengabaikan perkembangan dan tuntutan Rakyat,” ujarnya.
Apalagi, kata HNW, bila berimplikasi kepada pengkebirian kedaulatan rakyat atau pembelahan masyarakat yang bisa jadi semakin parah. Di sinilah perlunya kenegarawanan pembentuk UU untuk menghadirkan PT yang aspiratif, demokratis, adil proporsional, dan menyelamatkan NKRI.
“Artinya dengan merevisi UU Pemilu untuk hasilkan ketentuan baru soal PT untuk Pilpres yang disamakan besarannya denga Electoral Treshold untuk keberadaan Partai di Parlemen atau DPR,” pungkasnya.