WAKIL Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal mengatakan, keinginan PT Perkebunan Nusantara/PTPN (Persero) terkait adanya lahan untuk penanaman tebu dan juga revitalisasi pabrik gula harus sejalan dengan kecanggihan teknologi yang dimiliki oleh pabrik-pabriknya. Ia menilai, pabrik milik PTPN teknologinya masih kalah dengan pabrik swasta, sehingga belum tentu efisien meskipun telah direvitalisasi nantinya.
“Kalo mereka tidak bisa efisien, bagaimana mereka akan membiayai perkebunan tebu dengan bagus karena HPP (harga pembelian pemerintah, red) dari petani sudah tinggi. Saya bilang itu tinggi karena pabrik kita tidak efisien dan juga karena produktivitas lahannya juga rendah,” ungkap Hekal di Pendopo Istana Mangkunegaran Surakarta Solo, Jawa Tengah, Kamis (18/2/2021).
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini berharap produktivitas lahan ke depannya bisa ditingkatkan lagi. “Hari ini misalnya 1 hektare itu bisa menghasilkan 60 sampai 70 ton tebu, kalau bisa ditingkatkan lagi menjadi 100. Itu adalah peningkatan produktivitas yang sangat signifikan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Hekal berpandangan, jika pabrik milik PTPN ini bisa meningkatkan rendemen yang pada umumnya antara 6 sampai 7 tahun, menjadi 10 tahun sebagaimana pabrik-pabrik swasta, tentu ini akan menghasilkan cost yang efisien. Sehingga HPP dari petani juga dapat turun jauh, sehingga sudah tidak mungkin akan terdengar lagi keluhan petani yang kesusahan.
“Kalo menurut pengalaman saya di Komisi VI, salah satu utamanya adalah kita tidak serius merevitalisasi pabrik gula karena kita juga tidak fokus di situ. Akhirnya kita kalah saing dengan swasta. Kalau mau fokus, bukan hanya pabrik, tapi juga di lahan tebu dan pertanian tebu. Keduanya harus bergandengan. Yang pasti harus pabriknya dulu, karena kalau lahan tebu produktivitasnya sudah tinggi pabriknya tetap tua, ya nanti tidak akan bisa meningkatkan produktivitas,” tutupnya.