Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, diperlukan peta jalan transisi energi nasional yang terarah dan terukur untuk mencapai kemandirian energi. Hal itu sembari perlahan meninggalkan energi konvensional demi keseimbangan ekosistem.
“Pemanasan global dan perilaku manusia dalam beraktivitas mempengaruhi perubahan iklim yang mengganggu keseimbangan ekosistem yang berdampak pada kehidupan manusia,” kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama DPP Partai NasDem, Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis dan Bidang Mineral dan Energi, Rabu (3/3).
Menurutnya, peralihan pada pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus segera dilakukan agar ekosistem tetap terjaga. Karena pengembangan energi baru terbarukan (EBT) memungkinkan ketergantungan terhadap energi fosil (migas, batubara) berkurang.
Tidak hanya itu, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, setiap inovasi juga memungkinkan terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan ekonomi masyarakat. Karenanya, Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang dalam PP 79 Tahun 2014, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, diharapkan mampu menjadi acuan pengelolaan energi sampai tahun 2050.
“Dengan acuan tersebut, target dan kondisi energi yang diharapkan dapat dikelola dengan baik. Apalagi, ujarnya, visi Indonesia dalam bidang energi bertujuan meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan kondisi Indonesia hingga saat ini masih didominasi pemanfaatan energi yang bersumber dari fosil. Ironisnya, jelas Arifin, terjadi konsumsi energi fosil yang terus meningkat, di sisi lain sumber cadangan minyak produksinya terus turun.
“Bila tidak ada upaya lebih dalam mengeksplorasi sumur-sumur baru, menurut dia, cadangan minyak nasional hanya cukup untuk 9 tahun saja,” ujarnya.
Di tengah kabar yang mengkhawatirkan itu, menurut Arifin, potensi pemanfaatan EBT di Indonesia yang bersumber dari gelombang samudera, panas bumi, bio energi dan matahari diperkirakan bisa menghasilkan energi 417,8 GW.
Tantangannya saat ini, kata Arifin, adalah bagaimana mempercepat proses transisi dari penggunaan bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan. Menurut Arifin perlu dukungan semua pihak dan strategi yang tepat agar masyarakat bisa beralih pada pemanfaatan EBT yang lebih luas.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto berpendapat, saat ini kita dihadapkan pada kondisi dengan sejumlah pilihan dalam upaya transisi ke EBT. Saat ini, minyak masih menjadi pilihan masyarakat untuk dimanfaatkan, karena infrastruktur pendukung EBT yang belum siap.
“Persiapan infrastruktur gas agar disegerakan agar masyarakat lebih mudah dalam memanfaatkan gas,” imbuhnya.
Untuk percepatan pemanfaatan EBT, ungkap Sugeng, saat ini Komisi VII DPR RI sudah membahas energi baru terbarukan untuk dijadikan RUU usulan DPR.
Diharapkan, tegas Sugeng, setelah melakukan pembahasan dengan pemerintah, sekitar Oktober 2021 UU EBT bisa menjadi dukungan kebijakan untuk mempercepat perluasan pemanfaatan EBT oleh masyarakat.