Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro memahami keinginan pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang ingin menerapkan sertifikat tanah elektronik. Menurutnya di era digital saat ini, cerminan pemerintahan yang kuat adalah yang mampu menguasai teknologi dan informasi.
“Namun persoalannya, bagaimana konsep penggunaan digitalisasi ini agar mempermudah dari sisi pendataan, dan implementasi,” ucap Agung di sela-sela pertemuan tim kunspek Komisi II DPR RI dengan Kepala Kanwil BPN Jateng Embun Sari beserta Kepala Kantor Pertanahan se-Jateng di Semarang, Rabu (17/3/2021).
Agung mengungkapkan, ada beberapa hal yang perlu di-clear-kan sebelum melakukan digitalisasi sertifikat tanah. Pertama, keberadaan sertifikat tanah yang tidak bisa dipungkiri sangat erat kaitannya dengan kesejarahan dan asal muasal tanah. “Apakah dari tanah adat, perseorangan, maupun turun temurun dari leluhur? Lalu bagaimana kalau kemudian aspek kesejarahan ini menjadi terkikis dan data-datanya menjadi hilang,” urai Agung.
Selanjutnya, perlu ada penegasan dan kejelasan informasi kepada masyarakat yang sudah khawatir dengan isu-isu yang beredar terkait sertifikat lama akan ditarik. “Pelaku usaha termasuk perbankan pun juga resah, lantas selama ini sertifikat yang sudah menjadi jaminan collateral akan seperti apa. Ini perlu di-clear-kan terlebih dahulu,” ujar Agung.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini menyatakan, Komisi II DPR RI dan Kementerian ATR/BPN akan duduk bersama membahas kesiapan sertifikat tanah elektronik ini. Di mana prioritas utama pada awal penerapan sertifikat elektronik ini adalah wilayah-wilayah ibu kota provinsi seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengan dan Jawa Timur. Daerah-daerah tersebut diharuskan menyelesaikan pendataan aset daerah terlebih dahulu.
“Jikalau ada daerah yang belum tuntas melakukan pendataan aset, ini akan terjadi kerawanan karena adanya tanah tak bertuan terutama yang ada di lokasi-lokasi strategis dan bisa kapan saja dimiliki oleh pihak-pihak tertentu. Padahal jika dilihat dari aspek sejarah, ini adalah milik pemerintah,” pungkas Agung.