Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto terkait kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020. KPK menduga, Yandri turut mendapatkan paket pengadaan bansos dari tersangka Adi Wahyono yang merupakan mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos).
“Konfirmasi kepada saksi terkait dugaan adanya kuota paket bansos yang diberikan tersangka AW (Adi Wahyono) kepada saksi,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Selasa (30/3).
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga ditelisik mengenai tugasnya sebagai Ketua Komisi VIII DPR RI yang merupakan mitra kerja Kemensos. KPK menduga, setiap kinerja Kemensos dilaporkan ke Komisi VIII DPR.
“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan tugas pokok fungsi dari Komisi VIII DPR RI sebagai mitra kerja Kemensos RI,” beber Ali.
Meski demikian, Ali tidak bisa membeberkan secara rinci terkait materi pemerikaan kepada Yandri. Karena keterangannya akan dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
“Ketika persidangan tentu seluruh hasil penyidikan ini akan dibuka dalam rangka pembuktian surat dakwaan,” tegas Ali.
Sementara itu usai menjalani pemeriksaan, Yandri mengakui dicecar delapan pertanyaan oleh penyidik lembaga antirasuah. Meski demikian, Yandri enggan membeberkan materi pemeriksaan itu.
“Materi yang ditanya ke saya, semua sudah saya sampaikan ke penyidik. Paling tujuh apa delapan tadi. Silakan tanya ke penyidik,” ucap Yandri.
Saat disinggung awak media mengenai dugaan pernah merekomendasikan PT Total Abadi Solusindo ke Kementerian Sosial (Kemensos) untuk ikut pengadaan Bansos Covid-19 Jabodetabek pada 2020, Wakil Ketua Umum PAN itu enggan menanggapinya. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik KPK.
“Silakan tanya penyidik saja,” tandas Yandri.
Dalam perkara dugaan suap bansos Covid-19, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Sebagai tersangka penerima suap diantaranya Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial (Mensos); Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos. Selain itu sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.
KPK menduga, Juliari menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.
Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pihak pemberi AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.