Pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2021 dan HUT Ke-75 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), nama Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti didaulat sebagai tokoh perekat kebhinekaan.
La Nyalla, sapaan akrabnya, adalah salah seorang tokoh nasional yang dianugerahi penghargaan oleh PWI Provinsi Jawa Timur. Satu lagi adalah Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar sebagai tokoh nasional pemerintahan.
Lahir di Jakarta, 10 Mei 1959, namun besar di Surabaya. Dia adalah seorang pengusaha yang bisa dibilang sukses, dan tercatat sebagai seseorang yang gemar berorganisasi.
Perjalanan hidup lelaki berdarah Bugis itu penuh liku. Bukan saja jalan terjal, tapi jalan gelap didakinya. Perjalanan hidupnya terekam dalam buku biografinya berjudul “Hitam-Putih”, karya budayawan Sam Abede Pareno. Diluncurkan 2009, tepat pada peringatan 50 tahun usianya saat itu.
“Saya dulu dekat dengan dunia malam. Orang memberi cap saya sebagai orang yang hidup di dunia hitam. Biar saja, itu atas penglihatan kasat mata mereka. Padahal saya berdakwah di sana. Saya memberi pengaruh, dan memberi warna. Tetapi biarlah orang menilai apa,” ujarnya dikutip dari Antara.
Tetapi, ketika La Nyalla menginjak usia 40 tahun, dia berhenti dari aktivitas dunia malam.
“Setelah berhenti, saya berdakwah dengan cara yang berbeda. Sebagai pengusaha, saya berdakwah dengan harta yang dititipkan Allah kepada saya,” urainya.
Kini, La Nyalla memang dikenal sebagai pengusaha sukses, dan aktivis organisasi yang kemudian memasuki dunia politik, sebagai Ketua DPD RI masa bakti 2019-2024.
Dia juga kolektor benda pusaka Keris yang dimaknai-nya sebagai falsafah hidup. Proses pembentukan keris yang terpadu dari beragam unsur. Dengan campuran batu meteorit dari langit, dan ditempa dengan pukulan dan panas api, adalah gambaran perjalanan hidup manusia menuju tujuan paripurna.
“Paling tidak, seperti itulah perjalanan hidup saya,” ucap-nya lirih.
Meniti dari bawah
La Nyalla muda pernah bekerja serabutan, mulai menjadi sopir angkutan kota tujuan Wonokromo-Jembatan Merah Surabaya hingga sopir minibus L-300 tujuan Surabaya-Malang.
Ia juga sempat menekuni karir sebagai ahli terapi penyakit dengan cara pengobatan alternatif. Sejumlah kalangan masyarakat, dari pedagang kali lima sampai dosen, sempat menjadi pasien-nya. Namun, karena tidak mau dicap sebagai dukun, LaNyalla tidak buka praktik lagi.
“Hidup memang bukan seperti sebentang garis lurus di peta. Tidak ada hidup yang tanpa kelokan. Karena manusia memang selalu dihadapkan pada banyak tantangan. Di mana pun dan kapan pun,” tutur-nya.
La Nyalla dilahirkan dari keluarga Bugis. Kakeknya, Haji Mattalitti, adalah saudagar Bugis-Makassar terkenal di Surabaya. Bapaknya, H. Mahmud Mattalitti adalah dosen fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan Fakultas Hukum di kampus negeri tersebut, namun La Nyalla tidak pernah menggunakan nama besar keluarga dalam hidupnya.
Menginjak dewasa, La Nyalla memilih tinggal di kompleks Makam Sunan Giri, Gresik, dan di sana menghimpun banyak warga kurang mampu.
Sebagian di antaranya malah sekelompok orang yang sering dicap sebagai preman oleh masyarakat, yang kemudian diajak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hasilnya, La Nyalla memiliki ribuan pengikut setia hingga kini.
“Kalau anda melihat saya seperti sekarang, itu karena tekad saya bulat. Kerja sungguh-sungguh, tetapi tetap tawakal kepada Allah,” kata pengusaha konstruksi ini.
Titik awalnya sebagai pengusaha adalah ketika ia nekat membuat pameran dagang dengan nama Kreativitas Anak Muda Indonesia (KAMI) pada tahun 1989 di Surabaya.
Pameran yang disponsori PT Maspion itu ternyata membuat bangkrut La Nyalla karena tidak sukses. La Nyalla pun lantas terlilit utang. Bahkan, pemilik perusahaan konstruksi dengan bendera PT Airlanggatama Nusantarasakti tersebut sempat berpikir untuk “lempar handuk” dari dunia usaha.
Tetapi, mantan ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim ini memutuskan kembali bangkit.
Dia kembali melobi PT Maspion untuk menjadi sponsor pameran berikutnya, lalu pameran dengan nama brand yang baru “Surabaya Expo” yang ternyata berhasil.
Kegiatan yang berlangsung sejak tahun 1990 itu berkibar dan menjadi agenda tahunan di Kota Surabaya hingga 2001. Dari jalan inilah La Nyalla dikenal oleh kalangan pengusaha dan pemerintahan. Sayap bisnis-nya pun pelan tapi pasti di kepakan dengan percaya diri.
“Dari kisah hidup itu, saya belajar tentang arti kerja keras dan berani menjawab tantangan. Namun sekali lagi, harus tetap rendah hati dan tawakal. Kalau saat itu saya lempar handuk, saya tidak akan seperti sekarang,” ujarnya.
Kini, selain fokus sebagai pengusaha dan ketua umum KADIN Jatim, La Nyalla juga mengabdikan dirinya untuk sejumlah organisasi sosial kemasyarakatan dan profesi, seperti sekarang sebagai ketua MPW Pemuda Pancasila Jatim.
Pernah pula dipercaya sebagai Ketua DPD Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gepeknas) Jatim, lalu aktif di KONI Jatim, terlibat di berbagai yayasan sosial-keagamaan, hingga mendirikan Yayasan La Nyalla Academia, yang aktif bergerak di wilayah sosial-keagamaan serta olahraga.
Sempat ditahan sebelum ke Senayan
Nama La Nyalla, saat menjabat Ketua Umum KADIN Jatim pernah dikaitkan dengan perkara hukum penyimpangan Dana Hibah KADIN Jatim dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2104.
Bahkan ia ditetapkan sebagai tersangka, dan sempat ditahan selama tujuh bulan oleh Kejaksaan pada Maret 2016, dan disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun, di dalam persidangan panjang itu, 24 saksi yang dihadirkan Jaksa ternyata tidak satu pun yang menjelaskan bahwa La Nyalla terbukti terlibat langsung dan korupsi dana hibah yang diterima.
Hasilnya, majelis hakim memvonis La Nyalla dengan putusan bebas murni dan tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti didakwakan oleh Jaksa.
La Nyalla pun bebas pada 27 Desember 2016, dan pada 18 Juli 2017, pengajuan kasasi oleh Jaksa ditolak oleh Mahkamah Agung.
Bagi seorang muslim, kata dia, perjalanan hidup seseorang harus diyakini sudah tertulis di Lauhul Mahfudz, yaitu kitab induk milik Allah SWT tentang perjalanan semua mahluk yang ada di bumi. Termasuk nasib dan takdir.
Usai terpilih menjadi senator mewakili daerah pemilihan Jawa Timur dengan perolehan suara 2,2 juta lebih, La Nyalla berangkat ke Senayan, di Gedung DPD RI. Seolah semua pintu terbuka, nama La Nyalla melambung masuk dalam bursa calon Ketua DPD RI.
“Jika saya tidak amanah dengan jabatan sebagai Ketua DPD RI, semoga Allah SWT tidak menjadikan saya terpilih sebagai Ketua DPD RI, tetapi jika saya ikhlas dan amanah, semoga Allah SWT yang menggerakkan hati Bapak Ibu untuk memilih saya sebagai Ketua DPD RI,” papar-nya saat membaca visi misi sebagai calon ketua di atas mimbar di depan senator seluruh Indonesia.
Sujud syukur adalah reaksi pertama yang dilakukan La Nyalla saat mengetahui hasil akhir penghitungan suara, yang menyatakan La Nyalla terpilih melalui voting sebagai Ketua DPD RI mengungguli tiga kandidat lainnya, yakni Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan Baktiar Najamudin.
Dini hari, 2 Oktober 2019, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti sah dilantik sebagai Ketua DPD RI oleh Ketua Mahkamah Agung RI yang saat itu dijabat M. Hatta Ali, yang tak lain adalah paman kandung La Nyalla.
Siapa menyangka, La Nyalla yang sempat ditahan selama tujuh bulan di rumah tahanan Kejaksaan Agung di lantai 7, kamar nomor 7, kemudian oleh Allah SWT digariskan mendapat “hadiah” sebagai pejabat negara dengan mobil yang bernomor polisi RI-7. Itulah rahasia hidup.
Sejak saat itu, La Nyalla bertekad menjadikan DPD RI benar-benar wakil daerah. Berusaha semaksimal mungkin menjawab dan memberi solusi permasalahan yang dihadapi daerah dan pemangku kebijakan di daerah.